MEKAH, KOMPAS.TV - Tim Pengawas Penyelenggaraan Haji DPR RI menilai penyelenggaraan haji tahun 2024 menyisakan banyak persoalan. Anggota Timwas DPR RI Wisnu Wijaya mengusulkan agar dibentuk panitia khusus (pansus) untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji.
Wisnu menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan mengapa perlu dibentuk Pansus Haji. Pertama, banyaknya persoalan yang menyelimuti penyelenggaraan haji 2024.
Pelayanan haji yang buruk meliputi pemondokan, katering, tenda, akses air dan toilet, kesehatan, dan transportasi yang berulang setiap tahun, tidak hanya mendera jemaah haji reguler, tetapi juga jemaah haji khusus.
“Ironisnya, sebagai penyumbang jumlah jemaah haji terbesar di dunia, yang pastinya menguntungkan secara ekonomi bagi Arab Saudi, Pemerintah Indonesia dinilai gagal memanfaatkan aspek tersebut sebagai nilai tawar untuk melakukan diplomasi yang lebih baik, sehingga Pemerintah Arab Saudi bisa memberikan layanan yang lebih memadai bagi jemaah kita dibanding negara lain," kata Wisnu di Mekah, Kamis (20/6/2024).
"Sebagai contoh, Korea dan Jepang sebagai negara minoritas muslim yang tidak banyak menyumbang jemaah haji justru mendapat fasilitas yang jauh lebih baik dalam hal pemondokan, misalnya.”
Baca Juga: Suhu Tembus 50 Derajat Celsius, 570 Jemaah Meninggal Dunia dalam Ibadah Haji di Arab Saudi Tahun Ini
Anggota Komisi VIII DPR RI itu menganggap pemerintah tidak siap dengan kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.
Hal ini terbukti dengan ketidakmampuan mereka menyediakan fasilitas pelayanan yang sepadan dengan banyaknya jumlah jemaah.
“Temuan di lapangan, misalnya banyak jemaah yang telantar akibat kapasitas tenda-tenda Arafah dan Mina tidak memadai untuk menampung jemaah. Ketersediaan antara fasilitas dan jumlah jemaah yang tidak berimbang juga berdampak pada buruknya layanan transportasi, akses air dan toilet,” ucapnya.
Yang paling krusial, menurut legislator Partai Keadilan Sejahtera itu, masalah jemaah haji ilegal yang tidak menggunakan visa haji resmi, di mana sebagian menggunakan visa umrah yang overstay, dan sebagian lagi memakai visa kunjungan.
“Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Haji dan Umrah Kemenag pada 20 Mei 2024, DPR telah mengingatkan agar Kemenag bekerja sama dengan Kemenkum-HAM dan Kemenlu membuat larangan bagi calon jemaah nonvisa haji agar tidak berangkat umrah atau ziarah ke Tanah Suci selama musim haji," ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Tengah I ini.
"Namun, Kemenag tidak mengindahkan masukan DPR, akhirnya terbukti banyak jemaah haji ilegal yang ditangkap di Saudi. Ini kan artinya pemerintah gagal melindungi warga negara sendiri."
Kedua, karena persoalan penyelenggaraan haji ini kompleks dan melibatkan beberapa lintas kementerian mitra komisi di DPR. Itu seperti Kementerian Agama yang menjadi mitra Komisi VIII, Kementerian Kesehatan mitra Komisi IX, serta Kementerian Hukum dan HAM mitra Komisi III.
Baca Juga: Tanggapan Menag Yaqut soal Hasil Temuan Timwas Haji 2024
“Kalau lingkupnya hanya Kementerian Agama saja maka cukup dibentuk Panitia Kerja atau Panja oleh Komisi VIII. Tapi, karena melibatkan banyak isu lintas kementerian, maka tidak ada pilihan lain kecuali membentuk Panitia Khusus atau Pansus,” ujar legislator dari Fraksi PKS itu.
Indikasi Melanggar UU
Alasan ketiga, karena menguatnya dugaan penyalahgunaan tambahan kuota haji oleh Kementerian Agama yang terindikasi melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Wisnu mengungkapkan, rapat Panja terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M bersama Menteri Agama pada 27 November 2023 menyepakati kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M sebanyak 241.000 jemaah, dengan rincian jemaah haji regular sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji plus 19.280 orang.
“Namun demikian, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024, terungkap Kementerian Agama menetapkan secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680," tuturnya.
"Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 orang karena dialihkan untuk jemaah haji khusus."
Wisnu menilai tindakan sepihak Kemenag tersebut terindikasi melanggar Undang-undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Artinya, jika total kuota haji sebanyak 241.000 orang, maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280 orang.
“Tiga alasan inilah yang menjadikan DPR RI perlu membentuk Pansus untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji di Indonesia agar lebih baik di waktu yang akan datang," katanya.
"Khususnya, menyangkut keprihatinan kita bersama terkait masa tunggu haji yang sangat lama yaitu mencapai 40 tahun."
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.