JAKARTA, KOMPAS.TV - Umat Muslim di Indonesia telah merayakan Hari Raya Idulfitri 1445 H pada hari ini, Rabu (10/4/2014).
Hari Raya Idulfitri atau Lebaran itu sekaligus menjadi awal bulan baru yaitu Syawal setelah Ramadan bulan lalu.
Di bulan Syawal ini, umat Muslim dianjurkan untuk mengerjakan puasa sunah selama 6 hari.
Dilansir dari NU Online, mengacu pada hadits shahih riwayat Imam Muslim: Barang siapa berpuasa Ramadaan kemudian dilanjutkan dengan enam hari dari Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun.
Dengan demikian, status hukum puasa Syawal adalah sunnah bagi orang yang tak memiliki tanggungan puasa wajib, baik qadha puasa Ramadan atau puasa nazar.
Sementara bagi mereka yang punya utang puasa Ramadaan karena uzur (misalnya sakit, perjalanan jauh, atau lainnya), status hukum berubah menjadi makruh.
Sedangkan bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadan karena kesengajaan, tanpa uzur, status hukum menjadi haram.
Maka dari itu, sebaiknya tunaikanlah dulu puasa wajib, baru kemudian puasa sunah Syawal.
Mereka yang berpuasa wajib di bulan Syawal tetap memperoleh keutamaan puasa Syawal meski pahalanya tak sebesar yang disebutkan hadits di atas.
Sebagian ulama juga berpendapat, bila luput menunaikan puasa sunah Syawal di bulan Syawal karena halangan tertentu, seseorang boleh mengqadha puasa enam hari puasa Syawal pada enam hari di bulan lain. (Al-Khatib as-Syarbini, Mughnil Muhtaj, I: 654).
Baca Juga: Hasil Sidang Isbat: Pemerintah Tetapkan Idulfitri 1 Syawal 1445 H Jatuh Hari Rabu, 10 April 2024
Lantas kapan puasa Syawal bisa dikerjakan?
Puasa Syawal idealnya dilakukan pada enam hari berturut-turut setelah hari raya Idulfitri, yakni tanggal 2-7 Syawal.
Itu berarti, puasa Syawal bisa dikerjakan mulai Kamis (11/4/m) besok hingga Selasa (16/4) pekan depan.
Tetapi orang yang berpuasa di luar tanggal tersebut, meski tidak berurutan, tetap mendapat keutamaan puasa Syawal seakan puasa wajib setahun penuh.
Oleh karena itu, seseorang diperkenankan menentukan puasa Syawal, misalnya tiap hari Senin dan Kamis, melewati tanggal 13, 14, 15, dan seterusnya selama masih berada di bulan Syawal.
Seandainya seseorang berniat puasa Senin-Kamis atau puasa ayyamul bidl (13,14, 15 setiap bulan hijriah), ia tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal sebab tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apa pun niat puasanya. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj).
Tidak seperti puasa Ramadan, niat puasa Syawal—juga dengan puasa sunah lainnya—tak mesti dilakukan di malam hari atau sebelum terbit fajar.
Jika belum berniat di malam hari, tapi keesokan harinya atau di siang mendadak ingin mengamalkan puasa Syawal, diperbolehkan berniat puasa sunnah saat itu juga.
Dengan catatan, orang yang hendak berpuasa sunnah belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.
Niat tersebut cukup diucapkan di dalam hati bahwa ia bersengaja akan menunaikan puasa sunnah Syawal. Tanpa mengucapkan niat secara lisan, puasa sunnah sudah sah.
Untuk lebih memantapkan, ulama menganjurkan melafalkan niat puasa Syawal sebagai berikut:
Niat saat Malam Hari
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ
Artinya: Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah Taala.
Niat saat Siang Hari
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ
Artinya: Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah Taala.
Baca Juga: Bolehkah Utang Puasa Ramadan Dibayar Barengan dengan Puasa Syawal?
Sumber : Kompas TV, NU Online
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.