JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI meminta pelaku kekerasan terhadap masyarakat di Pulau Rempang harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.
Baru-baru ini, eskalasi konflik di Pulau Rempang meningkat antara antara masyarakat setempat yang menolak relokasi sebagai dampak pembangunan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City (PSN Rempang Eco City) dengan kelompok masyarakat tak dikenal.
Komisioner Mediasi Komnas HAM RI, Prabianto Mukti Wibowo, menyatakan penolakan warga Pulau Rempang terhadap rencana relokasi oleh Pemerintah Kota Batam telah berkembang menjadi konflik sosial berkepanjangan yang mengancam hak hidup masyarakat setempat.
Dalam menjalankan mandat Komnas HAM untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi penegakan hak asasi manusia, Prabianto menegaskan bahwa meningkatnya eskalasi konflik di Pulau Rempang saat ini harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta aparat keamanan.
"Bentuk-bentuk kekerasan dan intimidasi yang dialami oleh Masyarakat Pulau Rempang sebagaimana terpublikasi di berbagai platform media harus mendapatkan penindakan tegas dan profesional oleh aparat kepolisian sebagai bentuk pemenuhan hak atas rasa aman dan hak atas keadilan terhadap Masyarakat Pulau Rempang," kata dia dalam pernyataan Komnas HAM, Kamis (19/9).
Komnas HAM, ungkapnya. juga menegaskan bahwa pembiaran terhadap bentuk-bentuk kekerasan dan intimidasi merupakan bentuk pelanggaran HAM dan berpotensi meningkatkan eskalasi konflik sosial di Pulau Rempang.
Selain itu, Komnas HAM turut mengingatkan para pihak untuk tidak menggunakan kekerasan, intimidasi dan kekuatan berlebih (excessive use of power) dalam proses relokasi masyarakat dan proses pembangunan PSN Rempang Eco City untuk menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM.
"Komnas HAM juga menegaskan bahwa pembangunan, terutama Proyek Strategis Nasional, seharusnya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ucapnya.
"Bukan untuk menyengsarakan dan menghilangkan identitas sosial budaya masyarakat," lanjut dia.
Pemerintah, kata dia, baik pusat maupun daerah bertanggung jawab penuh untuk menyediakan segala kebutuhan serta kelengkapan sarana dan prasarana yang layak dan memadai bagi kehidupan sosial budaya masyarakat di tempat relokasi yang dijanjikan.
Baca Juga: Amnesty Internasional: Hentikan Intimidasi ke Masyarakat Pulau Rempang, Selidiki Pelaku Kekerasan
Komitmen Pemerintah untuk memberikan jaminan hidup kepada masyarakat terdampak relokasi, kata dia, harus menjadi prioritas dan pelaksanaannya dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Lebih lanjut, Komnas HAM mengingatkan bahwa bentuk-bentuk pemaksaan relokasi masyarakat merupakan bentuk penggusuran paksa yang berpotensi menjadi bentuk pelanggaran HAM berat.
"Komnas HAM mendorong semua pihak, baik tingkat daerah hingga tingkat pusat, untuk mengedepankan dialog inklusif yang konstruktif dan pendekatan yang humanis melalui mediasi HAM dalam penyelesaian konflik masyarakat di Pulau Rempang," kata dia.
"Kebijakan dan tindakan yang diambil harus mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan pilihan yang terbaik untuk kenyamanan dan kemajuan kehidupan masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI fraksi Partai Demokrat, Santoso meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut keterlibatan aparat dalam kasus penganiayaan terhadap warga Pulau Rempang, Kota Batam.
Santoso menyesali sikap aparat yang dianggap membiarkan tindakan kekerasan oleh oknum tak dikenal terhadap warga Pulau Rempang.
"Aparat yang terlibat dalam penganiayaan itu termasuk komandannya harus diberi sanksi. Sebagai pelindung dan pengayom rakyat harusnya mereka tidak boleh membiarkan adanya penganiayaan yang terjadi di depan mata mereka," kata Santoso dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (19/9/2024).
Sebagai negara hukum, dia mengingatkan bahwa tidak boleh ada pihak manapun bertindak di luar ketentuan hukum.
"Peristiwa itu terjadi pastinya tidak berdiri sendiri, namun karena adanya backing dari para atasan mereka untuk mengamankan wilayah pengembangan Rempang," ucap Santoso.
"Namun bukan berarti dapat bertindak sewenang-wenang apalagi menganiaya masyarakat yang dinilai mengganggu aktivitas pengembangan itu," tuturnya.
Dia menegaskan, tindakan penyalahgunaan kekuasaan alias abuse of power oleh aparat hanya untuk melindungi kepentingan bisnis pihak tertentu tidak boleh terus terjadi.
"Atas nama hak asasi manusia yang universal di mana negara kita sangat menghormati ini, maka harus ada tindakan nyata dari Panglima TNI dan Kapolri untuk mengusut kasus ini siapa anggotanya yang melakukan pelanggaran dengan menganiaya rakyat setempat di Rempang," tegasnya.
Tindakan kekerasan dialami masyarakat Pulau Rempang yang menolak proyek PSN Rempang Eco City. Terkini, tindakan intimidasi dan kekerasan tersebut terjadi pada Rabu (18/9) siang yang mengakibatkan tiga warga mengalami luka.
Salah seorang warga Rempang yang mengalami luka akibat tindakan kekerasan ini adalah seorang ibu hingga tangannya patah.
Baca Juga: Kekerasan terhadap Masyarakat Adat Pulau Rempang Masih Terjadi, Presiden Didesak Bertindak
Sumber : Tribunnews
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.