Menurut Nana, letusan Semeru memiliki karakter sendiri sebab setiap komplek gunung berapi di Indonesia memiliki dapur magmanya tersendiri.
“Antara satu gunung api dengan yang lain sebenarnya berbeda. Karena itu, karakternya juga berbeda karena kandungannya berbeda,” ujarnya.
Nana menuturkan dilihat dari tipe letusan dan berdasarkan hasil penelitian serta historis, Gunung Semeru secara spesifik memiliki erupsi yang besar.
Namun setelahnya, gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut akan tertidur kembali.
Berbeda dengan karakter Gunung Merapi atau Sinabung yang memiliki dinamika magma bergerak simultan.
Artinya, lanjut Nana, erupsi di Gunung Merapi atau Sinabung bisa terjadi dengan intensitas kecil tetapi dalam waktu yang sering.
Maka dari itu, setiap gunung berapi di Indonesia memiliki stasiun pengamatannya sendiri.
Baca Juga: Pemprov DKI Kirim Personel dan Bantuan Logistik untuk Korban Erupsi Gunung Semeru
Para pengamat gunung berapi akan rutin melakukan pengamatan terhadap aktivitas gunung berdasarkan perubahan temperatur, catatan seismograf, hingga penampakan visual dari peningkatan gunung berapi.
Nantinya, status gunung berapi akan berubah berdasarkan data yang diamati dan direkam di stasiun pengamatan.
“Jadi, karakter erupsi gunung berapi itu tidak bisa disamakan dengan gunung berapi lainnya,” ujar Nana.
Sebagai informasi, Gunung Semeru yang berada di Kabupaten Lumajang, meletus pada Sabtu (4/12/2021). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Kabupaten Lumajang menyatakan, hingga Senin siang, 15 orang dinyatakan meninggal.
Saat ini sejumlah pihak terkait masih bekerja sama untuk menemukan korban akibat erupsi Gunung Merapi.
Di samping itu, erupsi Gunung Semeru juga mengakibatkan 2.970 rumah rusak dan puluhan fasilitas umum rusak.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.