“Kalau mereka tidak peduli dengan masyarakat Kalbar, ya saya juga tidak peduli mereka ada atau tidak di Kalbar. Semoga ketidakpedulian mereka akan membawa penyesalan yang panjang,” ucapnya.
Sebelumnya, pandangan serupa juga diungkapkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan Walhi.
Baca Juga: Ini Penjelasan BMKG soal La Nina dan Penyebab Lain Peningkatan Curah Hujan di Indonesia
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale mengatakan banjir Kalbar terjadi akibat sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas kritis.
Sebagian besar daerah penyangga DAS Kapuas mengalami deforestasi karena pembukaan tutupan hutan untuk aktivitas ekstraktif.
”Yang perlu dilakukan adalah peninjauan ulang tata ruang. Perizinan yang ada hendaknya ditinjau ulang,” tutur Nikodemus pada Kamis (4/11/2021), dikutip dari Kompas.id.
Berdasarkan data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, sekitar 1,01 juta hektare dari dari 14 juta hektare luas DAS di Kalbar dalam kondisi kritis, termasuk DAS Kapuas.
Selain perkebunan sawit, DAS di Kalbar kritis akibat penebangan hutan untuk penambangan emas.
Akibatnya, pada 2021 saja banjir telah tiga kali merendam Kalimantan Barat. Banjir terakhir menerjang Kabupaten Sintang, Melawi, Sekadau, Sanggau, hingga Kapuas Hulu.
Di Sintang saja, banjir sejak 19 Oktober berdampak pada 21.874 keluarga di 12 kecamatan.
Baca Juga: Jakarta Banjir Hampir 3 Meter, Wagub Riza Patria Sebut Hanya Ada Genanga
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.