JAKARTA, KOMPAS TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta memberhentikan Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara atau BIN karena dianggap gagal mendeteksi Djoko Tjandra di Indonesia.
Demikian permintaan tersebut dilontarkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW memandang, Presiden Jokowi perlu mengevaluasi Budi Gunawan karena dianggap gagal mengantisipasi datangnya seorang buronan kasus pengalihan utang atau cessie Bank Bali itu.
Baca Juga: Kabareskrim Tetapkan Brigjen Prasetijo Utomo Tersangka Surat Jalan Djoko Tjandra
Tak hanya kedatangannya dari luar negeri, tapi juga ketika sudah berada di Indonesia yang terbukti bisa lalu lalang sampai-sampai bisa membuat KTP elektronik.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan munculnya polemik Djoko Tjandra menjadi tamparan keras bagi penegak hukum.
Selain itu, hal tersebut menunjukkan bahwa BIN tidak memiliki kemampuan dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap tersebut.
Itu terlihat dari masuknya Djoko Tjandra ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca Juga: Tersangka Brigjen Prasetijo Sempat Perintahkan Bakar Surat Jalan Djoko Tjandra
“Ini membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal,” kata Kurnia Ramadhana melalui keterangan resminya di Jakarta pada Selasa (28/7/2020).
Karena itu, kata Kurnia, ICW meminta Presiden Jokowi segera memberhentikan Kepala BIN, Budi Gunawan.
Terlebih, jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia, namun tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum.
"Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan," ujar Kurnia Ramadhana.
Baca Juga: Pertemuan Pengacara dengan Oknum Jaksa, Kejagung Periksa Pelarian Djoko Tjandra
"Karena terbukti gagal dalam mendeteksi buronan kasus korupsi, Djoko Tjandra, sehingga yang bersangkutan dapat dengan mudah berpergian di Indonesia."
Merujuk pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2020, negara memberikan alokasi anggaran kepada BIN sebesar Rp 7,4 triliun.
Dari anggaran tersebut, sebanyak Rp 2 triliun digunakan untuk operasi intelijen luar negeri. Selain itu, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp 1,9 triliun untuk modernisasi peralatan teknologi intelijen.
"Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran tidak linear dengan kinerja BIN," kata dia.
Baca Juga: Jaksa Minta Hakim Perintahkan Periksa Ulang Kesehatan Djoko Tjandra dan PK Ditolak
Berpegang pada pengalaman sebelumnya, BIN sempat memulangkan dua buronan kasus korupsi, yakni Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada 2015 dan Samadikun Hartono di Cina pada 2016.
Namun berbeda dengan kondisi saat ini, praktis di bawah kepemimpinan Budi Gunawan, tidak satu pun buronan korupsi mampu dideteksi oleh BIN.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch, sejak tahun 1996 hingga 2020 terdapat 40 koruptor yang hingga saat ini masih buron.
Lokasi yang teridentifikasi menjadi destinasi persembunyian koruptor di antaranya: New Guinea, China, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat dan Australia.
Baca Juga: Desmond: Hampir Pasti Ada 'Ojek' yang Mengantar Djoko Tjandra dan Sudah Dikondisikan Cukup Lama
Nilai kerugian akibat tindakan korupsi para buron tersebut pun terbilang fantastis, yakni sebesar Rp 55,8 triliun dan USD $ 105,5 juta.
Lebih spesifik lagi, institusi penegak hukum yang belum mampu menangkap buronan koruptor antara lain Kejaksaan 21 orang, Kepolisian 13 orang, dan KPK 6 orang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.