JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan partainya menolak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang diinisiasi oleh DPR.
Baca Juga: RUU HIP Ditunda, Pemerintah Minta DPR Dengarkan Dulu Masukan dari Masyarakat
AHY berpendapat, bila pembahasan RUU dilakukan saat ini, maka hal itu akan mengalihkan perhatian negara dan masyarakat di dalam menangani persoalan pandemi Covid-19 yang telah membuat kondisi perekonomian dan kesehatan publik menjadi rapuh.
"Sekali lagi kami tegaskan, RUU HIP ini tidak urgen untuk dibahas ke tahapan berikutnya," ujar AHY melalui akun Twitter-nya, Selasa (16/6/2020).
Ia menjelaskan, ada sejumlah hal fundamental yang membuat Demokrat menolak melanjutkan pembahasan RUU tersebut.
Pertama, RUU HIP memunculkan tumpang tindih di dalam sistem ketatanegaraan.
Sebab, Pancasila sebagai landasan pembentukan Undang-Undang Dasar (UUD) justru hendak diatur oleh Undang-Undang.
"Hal ini membuat Pancasila menjadi sekedar aturan teknis dan tidak lagi menjadi sumber nilai kebangsaan" kata dia.
Baca Juga: Mahfud MD: Fokus Tangani Covid, Pemerintah Tunda Pembahasan RUU HIP
Selain itu, lanjut AHY, RUU HIP juga dipandang mengesampingkan aspek historis, filosofis, yuridis, dan sosiologis Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi yang disusun oleh para pendiri bangsa.
Indikator yang paling sederhana, sebut AHY, tidak dimuatnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
"Padahal, TAP MPR tersebut adalah landasan historis dalam membicarakan bagaimana Pancasila menjaga persatuan bangsa. Kita tidak lupa bagaimana sejarah membuktikan kelompok faham marxisme/komunisme di Indonesia pernah berusaha menghancurkan Pancasila. Ini yang kami tangkap juga jadi keprihatinan keluarga besar TNI," ungkap AHY.
Di samping itu, ia menambahkan, Demokrat sepakat dengan pendapat sejumlah organisasi keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang menangkap adanya nuansa sekuleristik hingga ateistik di dalam draf RUU tersebut.
Salah satunya tercermin di dalam frasa '...Ketuhanan yang Berkebudayaan' yang tertuang di dalam Pasal 7 ayat (2) draf RUU HIP.
Frasa tersebut, imbuh AHY, seolah memuat upaya untuk mengingkari kesepakatan yang dibuat para pendiri bangsa untuk tetap memegang teguh NKRI berdasarkan semangat Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Jika dibiarkan, ini berpotensi mendorong munculnya konflik ideologi hingga perpecahan," kata AHY.
Selain itu, upaya memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila juga bertentangan dengan semangat Pancasila yang seutuhnya.
"Hal itu akan membuat negara ini hanya berpijak pada pilar sosial dan politik, bahkan hanya fokus pada urusan kegotongroyongan," pungkasnya.
Baca Juga: Pemerintah Tunda Pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila
Sebelumnya diberitakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang tengah menjadi pro dan kontra di masyarakat ditunda.
Keputusan itu semula disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, Selasa (16/6/2020).
"Terkait RUU HIP, Pemerintah menunda untuk membahasnya," ujar Mahfud, dalam cuitannya di media sosial itu.
Mahfud juga meminta kepada pihak DPR selaku pengusul RUU HIP tersebut agar lebih banyak berdialog dan menyerap aspirasi terlebih dahulu dari semua elemen masyarakat.
"Pemerintah meminta DPR sebagai pengusul untuk lebih banyak berdialog dan menyerap aspirasi dulu dengan semua elemen masyarakat," tutur Mahfud.
Menurutnya, penundaan membahas RUU HIP itu dilakukan karena saat ini pemerintah masih fokus pada upaya penanganan Covid-19.
"Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkumham diminta menyampaikan ini," lanjut Mahfud.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.