JAKARTA, KOMPAS.TV – Boleh atau tidak, orang sehat tapi tak berpuasa karena ada wabah virus corona (Covid-19), lalu menggantinya dengan membayar fidyah (tebusan)?
Pertanyaan ini belakangan ramai diperbincangkan warga netizen di media sosial.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta agar mengeluarkan fatwa boleh tidaknya orang sehat tidak berpuasa selama masa pandemi Covid-19.
Baca Juga: Saran MUI, Ramadhan Tahun Ini Umat Islam Salat Berjamaah Bukan di Masjid Tapi di Rumah Saja
Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, M. Cholil Nafis menanggapi terkait hal tersebut.
“Awalnya saya enggan menanggapi pertanyaan di twitter yang me-mention saya tentang hukum mengganti puasa Ramadhan dengan membayar fidyah,” kata Cholil Nafis, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Kompa.tv, Selasa (22/4/2020).
Menurut Cholil Nafis, Yusuf Mansur (YM) kirim pesan kepadanya tentang pemberitaan media online yang menyebutkan bahwa MUI mengeluarkan fatwa memperbolehkan fidyah mengganti puasa Ramadhan karena pandemi virus corona.
“Saya masih enggan menanggapinya. Tapi UYM (Ustadz Yusuf Mansur) masih japri bahwa penting meluruskan berita (fatwa yang beredar) itu karena sudah viral,” tutur Cholil Nafis, yang juga Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 MUI Pusat.
Cholil melanjutkan, MUI belum pernah menerima pertanyaan atau permintaan fatwa secara resmi dari mana pun untuk menetapkan hukum fidyah menggantikan kewajiban puasa Ramadhan karena mewabahnya pandemi Covid-19.
“Seandainya ada yang bertanya, saya yakin MUI tak akan mengkajinya. Apalagi sampai mengeluarkan fatwanya,” kata Cholil Nafis.
Ia menegaskan bahwa fatwa dikeluarkan karena ada yang meminta fatwa. Dasarnya keputusan fatwa adalah dalil alquran dan hadits.
“Jadi keputusan fatwa itu tak bisa dipesan seperti toko daring, tapi keputusan fatwa itu sesuai nilai dan prinsip hukum Islam,” ujarnya.
Menurut Cholil, fidyah itu tebusan bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Ada empat hal yang diwajibkan membayar fidyah karena meninggalkan puasa Ramadhan:
Pertama, orang hamil dan yang menyusui. Tidak berpuasa karena khawatir anak yang dikandung dan disusui berbahaya jika ibunya berpuasa.
Kedua, orang tua yang tak mampu berpuasa karena berusia lanjut.
Ketiga, orang sakit yang tidak ada harapan sembuh dan tak bisa berpuasa.
Keempat, orang yang punya hutang puasa Ramadhan tidak menggantinya sampai melewati bulan Ramadhan berikutnya.
Cholil melanjutkan, Allah SWT memberikan keringanan kepada mereka yang tidak mampu berpuasa dengan memberi makan orang miskin sebagai ganti puasanya. Inilah yang disebut fidyah.
Hal itu didasarkan pada firman Allah SWT dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 184, yang artinya:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (QS Al-Baqarah: 184).”
Fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud bahan pokok makan setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Mud adalah istilah yang menunjuk ukuran volume, bukan ukuran berat.
Maksudnya mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan (mirip orang berdoa).
Imam As-Syafi’I, Imam Malik, dan Imam An-Nawawi menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah 1 mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga: Imbas Wabah Covid-19, MUI Serukan Gerakan Bantu Tetangga Dhu`afa
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu disebutkan, bila diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
“Jadi tak bisa karena pandemi Covid-19 lalu puasa Ramadhan diganti dengan bayar fidyah,” ungkap Cholil Nafis.
Sebab, lanjut Cholil, kewajiban fidyah itu karena tak bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan mengganti puasa yang ditinggalkan sampai melewati puasa tahun berikutnya.
Sedangkan pandemi Covid-19 itu tak ada halangan untuk melaksanakan ibadah.
Karena itulah, Cholil menegaskan, “Ayo tetap puasa karena puasa itu menyehatkan!,” katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.