Baca Juga: Mantan Wakil Rektor UGM Positif Corona
Obat ini menghentikan beberapa virus dari replikasi dengan melumpuhkan enzim (zat yang menyebabkan reaksi kimia) yang disebut RNA polimerase, yang membangun RNA.
Menurut artikel yang membahas obat Avigan pada 2017 dan terbit di jurnal Proceedings of Japan Academy, Ser. B, Physical and Biological Science, tertulis bahwa tanpa adanya enzim utuh, virus tidak dapat menggandakan materi genetik secara efisien di dalam sel inang.
Meski demikian, ahli menemukan bahwa obat ini kurang efektif jika diberikan pada pasien yang memiliki gejala berat.
"Kami telah memberikan Avigan kepada 70 sampai 80 orang. Obat ternyata tidak berfungsi dengan baik ketika virus sudah berlipat ganda di tubuh pasien," kata seorang sumber dari Kementerian Kesehatan Jepang kepada surat kabar Mainichi Shimbun dilansir dari The Guardian.
Di Jepang, obat Avigan memang diresepkan bagi pasien Covid-19 yang memiliki gejala ringan hingga sedang.
Namun, hasil dari uji coba ini belum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah peer-review dan tampaknya masih temuan awal.
Baca Juga: Kritik SBY Soal Corona: Mungkin Awalnya Pemerintah Terlalu Percaya Diri
Perkembangan Obat untuk Covid-19
Sampai saat ini, tidak ada obat yang disetujui atau diketahui dapat mengobati SARS-CoV-2.
Namun, obat antivirus yang dikembangkan untuk mengobati penyakit lain sedang diuji coba untuk digunakan dalam mengobati virus corona.
Sebagai contoh, Remdesivir dikembangkan untuk mengobati Ebola, tetapi telah menunjukkan harapan dalam mengobati monyet yang terinfeksi dengan coronavirus lain, seperti sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS).
Menurut NBC News, Remdesivir saat ini sedang diuji di China dan AS. Selain itu, uji klinis telah mulai menguji vaksin coronavirus eksperimental pada manusia.
Baca Juga: Ternyata Ini Tujuan Pemerintah Gunakan Wisma Atlet untuk Penanganan Virus Corona
Selama enam minggu ke depan, sekitar 45 peserta diharapkan untuk mendaftar dalam uji coba vaksin di Seattle, yang menguji keamanan vaksin dan kemampuannya untuk memicu respons kekebalan tubuh untuk melawan virus corona.
"Jika semuanya berjalan lancar, termasuk dua fase uji klinis berikutnya, vaksin itu dapat siap untuk digunakan publik dalam waktu sekitar 12 hingga 18 bulan," kata Dr Anthony Fauci, Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.