Kompas TV nasional peristiwa

Soroti Kasus Bunuh Diri karena Judol dan Pinjol, CFDL Jelaskan Dampak Buruk Buta Huruf Digital

Kompas.tv - 30 Desember 2024, 13:18 WIB
soroti-kasus-bunuh-diri-karena-judol-dan-pinjol-cfdl-jelaskan-dampak-buruk-buta-huruf-digital
Ilustrasi judi online. (Sumber: Freepik)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Center for Financial and Digital Literacy menilai ketersediaan internet hingga daerah terluar bisa berdampak buruk jika masyarakatnya masih buta huruf digital.

Pendapat itu disampaikan oleh Rahman Mangussara, Founder Center For Financial and Digital Litercy, melalui keterangan tertulis, Senin (30/12/2024).

Ia menilai, penetrasi internet hingga ke pelosok terluar Indonesia merupakan hal berbeda dengan kecerdasan digital.

‘’Selain soal kejahatan, juga bisa menjadi sumber polarisasi sosial seperti yang sudah kita saksikan beberapa tahun ini. Sisi gelap media sosial sudah kita lihat, dan semua itu butuh literasi yang memadai untuk menangkalnya,’’ ucapnya.

Baca Juga: Uskup Agung Ingatkan Bahaya Pinjol dan Judol: Sudah Banyak Keluarga Hancur

Menurutnya, di Abad 21 ini kecakapan dasar baca, tulis dan hitung sudah tidak memadai lagi.

Tapi harus ditambahkan kecakapan dasar digital, supaya masyarakat tidak mudah tersesat dan menjadi korban kejahatan digital.

‘’Buta huruf baca, tulis dan menghitung sudah tidak ada lagi, tapi buta huruf digital masih banyak. Itu pekerjaan rumah Kementerian Komunikasi dan Digital. Terlebih namanya sudah diganti,’’ kata Rahman.

Dalam keterangannya, Rahman juga menyinggung jumlah kasus dugaan bunuh diri korban pinjaman online (pinjol) dan judi online sepanjang 2024 mencapai 26 orang.

Jumlah tersebut terdiri dari 11 kasus dugaan bunuh diri karena pinjol dan 15 kasus karena judi online.

‘’Selalu diumumkan ribuan pinjol ilegal di tutup, tapi, irosinisnya, pinjol ilegal selalu muncul dalam jumlah yang  lebih banyak. Jadi, masalahnya di mana?  Di sisi lain kasus yang terjerat utang pinjol juga tetap ada,’ katanya.’

Kasus mengakhiri hidup karena pinjol ini belum termasuk membunuh orang lain, menjual anak, merampok, dan korupsi yang jumlahnya juga banyak.

Angka-angka ini, menurut dia, menunjukkan bahwa ada yang mendesak diperbaiki dari cara pemerintah menangani pinjol dan literasi masyarakat.

‘’Mengubah nama dari pinjol menjadi pindar, boleh-boleh saja, tapi itu tidak lebih dari hanya casing semata. Kurang memadai dan bahkan mungkin tidak berdampak apa-apa pada pemberantasan pinjol ilegal dan peningkatan literasi keuangan dan digital,’’ bebernya.

‘’Semua intitusi yang terkait harus bekerja sama, tidak sendiri-sendiri. Fokuslah ke pencegahan berbasis keluarga di kelompok bawah yang mana paling rentan membutuhkan dana cepat,’’ imbuhnya.

Baca Juga: Masalah Keamanan Data, Kasus Judi Online Hingga Pinjol Jadi Tantangan Besar di Tahun 2024

Rahman menambahkan, seperti juga pinjol, judol pun menyasar keluarga.

Sehingga tidak saja berdampak buruk pada perorangan, tapi juga berakibat mengerikan kepada anggota keluarga.

Ia menilai untuk memberantas judi online dan pinjol membutuhkan cara-cara kreatif dan terobosan yang tidak biasa.

‘’Larang anak-anak sebelum kelas tiga SMP atau kelas 12 untuk tidak memakai hp atau tidak membawa hp ke sekolah. Orang tua tidak memanjakan anak dengan main hp hanya karena orang tua tidak mau anaknya rewel,’ ujarnya.’




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x