Jumlah tersebut terdiri dari 11 kasus dugaan bunuh diri karena pinjol dan 15 kasus karena judi online.
‘’Selalu diumumkan ribuan pinjol ilegal di tutup, tapi, irosinisnya, pinjol ilegal selalu muncul dalam jumlah yang lebih banyak. Jadi, masalahnya di mana? Di sisi lain kasus yang terjerat utang pinjol juga tetap ada,’ katanya.’
Kasus mengakhiri hidup karena pinjol ini belum termasuk membunuh orang lain, menjual anak, merampok, dan korupsi yang jumlahnya juga banyak.
Angka-angka ini, menurut dia, menunjukkan bahwa ada yang mendesak diperbaiki dari cara pemerintah menangani pinjol dan literasi masyarakat.
‘’Mengubah nama dari pinjol menjadi pindar, boleh-boleh saja, tapi itu tidak lebih dari hanya casing semata. Kurang memadai dan bahkan mungkin tidak berdampak apa-apa pada pemberantasan pinjol ilegal dan peningkatan literasi keuangan dan digital,’’ bebernya.
‘’Semua intitusi yang terkait harus bekerja sama, tidak sendiri-sendiri. Fokuslah ke pencegahan berbasis keluarga di kelompok bawah yang mana paling rentan membutuhkan dana cepat,’’ imbuhnya.
Baca Juga: Masalah Keamanan Data, Kasus Judi Online Hingga Pinjol Jadi Tantangan Besar di Tahun 2024
Rahman menambahkan, seperti juga pinjol, judol pun menyasar keluarga.
Sehingga tidak saja berdampak buruk pada perorangan, tapi juga berakibat mengerikan kepada anggota keluarga.
Ia menilai untuk memberantas judi online dan pinjol membutuhkan cara-cara kreatif dan terobosan yang tidak biasa.
‘’Larang anak-anak sebelum kelas tiga SMP atau kelas 12 untuk tidak memakai hp atau tidak membawa hp ke sekolah. Orang tua tidak memanjakan anak dengan main hp hanya karena orang tua tidak mau anaknya rewel,’ ujarnya.’
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.