JAKARTA, KOMPAS.TV - RE (16), korban dugaan bullying atau perundungan di salah satu SMA swasta di Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (Jaksel) dan keluarga menyayangkan sikap pihak sekolah dan para terduga pelaku.
Hal itu dikarenakan pihak sekolah dan para terduga pelaku justru dinilai memutarbalikkan fakta terkait perundungan yang dialami RE.
"Dari pihak sekolah maupun dari kuasa hukum anak-anak yang terduga melakukan kekerasan itu semua menyangkal dan memutarbalikkan fakta," kata Kuasa hukum RE, Sunan Kalijaga, di Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (18/9/2024).
"Dibilang kalau anak korban lah yang menantang-menantang dan berkelahi. Jadi saya rasa wajar kalau anak korban dan orang tua korban kecewa," sambungnya.
Ia juga menyebut sikap kliennya yang terlihat baik dari CCTV sekolah, maupun video, tidak menunjukkan jika korban yang mengajak berkelahi. Terlebih RE merupakan anak baru di sekolah tersebut.
"Kita bicara sebenarnya pakai logika, karena hukum kan ada logika hukum, bagaimana mungkin anak baru menantang murid lain," ujarnya.
"Kalau kita lihat di CCTV, anak korban jalan digiring beberapa temannya itu kan tidak normal ya. Dia (korban) berjalan sementara di kanan kirinya ada orang, di belakangnya ada tiga orang, jadi dia berjalan itu terpaksa," ucapnya.
Sementara dilihat di video rekaman pada saat perkelahian, Sunan menyebut posisi korban tampak tidak siap untuk berkelahi.
"Kalau memang korban menantang untuk perkelahi, pasti begitu aba-aba dia akan pasang kuda-kuda, sepakat ya, masyarakat tidak bodoh. Tapi faktanya di video itu anak ini tangannya dua-duanya ke bawah dan menunduk," jelasnya.
Baca Juga: Kriminolog soal Kasus Bullying di Salah Satu SMA Jaksel: Generasi Kita sedang Diserang Tsunami Moral
Melihat hal itu, Sunan pun menyebut secara psikologis korban tidak siap untuk bertanding.
"Ketika dia (korban) dipukul pipi sebelah kirinya, disitulah dia harus melakukan upaya bela diri. Sekarang orang ingin bela diri kok jadi salah," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Sunan juga menyoroti pihak sekolah yang tidak mengeluarkan rekaman CCTV pada 31 Januari 2024.
Seperti diketahui, puncak perundungan yang dialami korban terjadi pada 30 dan 31 Januari 2024.
"Saya sangat sayangkan kenapa CCTV hanya dikeluarkan pada 29 adan 30 (Januari). Menurut keterangan klien kami. kejadian dua hari berturut-turut pada 30 dan 31 (Januari) di kamar mandi dan lantai yang sama. Kenapa tidak disampilkan visual CCTV di tanggal 31," ujarnya.
"Jadi kalau mau pakai alat bukti CCTV tolong dihadirkan secara utuh jangan potong-potongan," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam rapat audiensi di Komisi III DPR, Selasa (17/9), RE mengungkapkan dirinya telah mengalami perundungan sejak pertama kali bersekolah di SMA swasta di Jaksel itu.
Tak hanya perundungan secara verbal, ia mengaku mendapatkan pelecehan hingga kekerasan fisik berupa pemukulan dari para pelaku.
Bahkan ia mengaku menjadi korban pelecehan di bulan pertama dirinya menjadi siswa di sekolah tersebut. RE meyakini aksi tersebut juga terekam CCTV.
"Terpapar jelas bahkan saya rasa di CCTV, tetapi sekolah tidak pernah menunjukkan CCTV itu. Kenapa sekolah hanya menunjukkan bukti atau video yang hanya menguntungkan pihak mereka?" kata RE.
"Sementara saya, saya hanya anak bangsa. Yang bisa berharap keadilan, dan mewakili para korban bully di luar sana," sambung RE sambil terisak.
Ia menambahkan, salah satu pelaku perundungan mengaku orang tuanya merupakan ketua partai politik berinisial A.
Di sisi lain, pihak sekolah telah buka suara terkait hal tersebut dan mengatakan kasus yang terjadi murni perselisihan antarsiswa.
Sementara itu, kasus dugaan bullying dan pelecehan seksual yang dialami RE tersebut saat ini tengah diusut pihak kepolisian. Kasus tersebut saat ini telah naik ke tahap penyidikan.
Baca Juga: Curhat di DPR, Korban Perundungan di SMA Jaksel Sebut Seorang Pelaku Ngaku Anak Ketua Partai
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.