YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pelaku perbukuan mengeluhkan peredaran buku bajakan yang dinilai semakin marak. Buku bajakan dilaporkan beredar luas di lokapasar (marketplace), terutama dalam bentuk e-book.
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Wawan Arif mengaku pihaknya kini kerap menemui buku bajakan berbentuk e-book. Buku-buku bajakan berbentuk berkas digital itu pun dijual dengan sangat murah, antara Rp400-Rp1.500.
Menurut Wawan, digitalisasi turut membuka celah baru pembajakan buku. Hal ini terjadi saat pembajakan buku cetak masih menjadi masalah yang berlaru-larut
"Dulu fenomena pembajakan buku fisik saja belum ada jalan keluar yang bisa meminimalisir, hari ini ditambah versi digitalnya yang juga dibajak dan diperjualbelikan," kata Wawan saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat (28/6/2024).
Pada pertengahan Juni lalu, Ikapi melaporkan setidaknya terdapat 68 lapak yang menjual buku bajakan di lokapasar Indonesia. Sebanyak 19 di antaranya berbasis di DIY.
Co-founder Cantrik Pustaka Mawaidi D. Mas menilai pembajakan buku telah berkembang lebih besar, bahkan jadi semacam industri tersendiri. Mawaidi menyorot banyaknya jumlah produksi dan luasnya distribusi buku bajakan.
Baca Juga: Anies Tekankan Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Pembajakan Film
Jumlah buku bajakan yang beredar di pasaran sulit diketahui karena tiadanya data terbuka dan aktivitas pembajakan yang cenderung klandestin. Namun, Mawaidi memperkirakan pembajakan buku kini berlangsung dengan oplah yang besar dan jangkauan distribusi yang luas.
"Itu industri besar itu, tidak mungkin hanya sekadar fotokopi kayak di utara-utara kampus itu," kata Mawaidi.
Mawaidi pun mengaku pernah mendapat pengalaman merugikan saat aktif mengampanyekan kesadaran mengenai dampak pembajakan buku.
Pada 2018 lalu, Mawaidi getol mendata dan merilis nama-nama toko buku daring yang menjual buku bajakan Cantrik melalui media sosial.
Kata Mawaidi, saat gencar-gencarnya mengampanyekan isu tersebut, kantor Cantrik kemalingan. Lima unit laptop hilang, tetapi uang hasil penjualan yang belum disetor ke bank masih utuh. Ia curiga aksi maling ini terkait pembajakan buku.
"Kenapa curiga kalau itu bukan maling biasa? Karena waktu itu, kami habis pameran Kampung Buku Jogja, dan di salah satu ruang kantor itu ada uang yang masih bergeletakan, belum kami taruh di bank,” katanya.
Buku bajakan sendiri cenderung diminati konsumen karena memasang harga yang jauh lebih murah dibanding buku orisinal. Untuk e-book bajakan, harganya bahkan bisa ratusan kali lipat lebih murah.
Seorang pembeli buku bajakan, Arni Arta, mengaku kepincut membeli produk bajakan usai berselancar di lokapasar.
Penduduk Magelang, Jawa Tengah itu mengatakan e-book bajakan di lokapasar dibanderol dengan harga mulai ratusan rupiah. Ia pernah menemukan satu paket berisi beberapa buku hanya dibanderol Rp5.000.
Arta mengaku membeli buku bajakan karena keberatan dengan harga buku orisinal. Ia pun mempertanyakan kebijakan subsidi pemerintah untuk mengontrol harga buku.
"Jadi aku nggak terlalu paham kenapa buku itu dicetak bisa sangat mahal, sementara kebutuhan orang atas ilmu pengetahuan itu kan, ya, tinggi," katanya.
Berdasarkan pantauan Kompas TV di dua lokapasar terbesar di Indonesia, Minggu (30/6), buku bajakan dengan harga miring mudah ditemukan.
Untuk e-book, banyak lapak yang memasang harga Rp400-Rp1.500 per judul. Sedangkan buku cetak bajakan dijual rata-rata mulai Rp20.000.
Harga buku bajakan di lokapasar rata-rata lebih murah berkali-kali lipat dibandingkan buku orisinal.
Sebagai contoh, bajakan e-book novel Laut Bercerita terbitan Kepustakaan Populer Gramedia dijual seharga Rp450 di lokapasar. Sedangkan e-book orisinal judul tersebut dibanderol seharga Rp109.000.
Mawaidi menekankan bahwa pelaku perbukuan terhambat keterbatasan akses dan jejaring untuk menindak pembajakan buku. Menurutnya, sekadar kampanye penerbit atau organisasi profesi seperti Ikapi tidak akan efektif dalam memberantas buku bajakan.
Baca Juga: Hukum Jual Beli Buku Bajakan dalam Islam, Ternyata Dianggap Zalim
Kata Mawaidi, pemerintah semestinya turun tangan membuat regulasi yang lebih ketat mengenai buku bajakan. Mawaidi menilai lokapasar yang saat ini dibanjiri buku bajakan dapat diregulasi lebih lanjut.
"Kalau misalnya dari (pemerintah) nggak ada regulasi ya nggak bisa sebenarnya (menindak pembajakan buku). Bullshit, serius, bullshit itu. Kalau cuma penerbit, kemudian asosiasi kayak Ikapi itu nggak bisa,” katanya.
Sementara itu, Wawan menyoroti UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menurutnya menghambat pemberantasan buku bajakan. Wawan mengeluhkan ketentuan delik aduan terkait pelanggaran hak cipta dalam UU tersebut.
Wawan mengaku pelaku perbukuan tidak memiliki kapasitas untuk menginvestigasi sendiri pembajakan. Menurutnya, pelaporan-pelaporan secara individual ke kepolisian atau lokapasar pun kurang efektif memberantas pembajakan.
"Ini kan satu problem tersendiri, karena kita tahu kan, praktik pembajakan pasti dilakukan sembunyi-sembunyi, sementara bagaimana kita akan menindaklanjuti itu? Sementara kita yang harus repot mengumpulkan data detailnya?" kata Wawan.
Terkait peran pemerintah, Wawan mengaku sudah berdiskusi dengan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria. Nezar diketahui menjadi salah satu pembicara dalam diskusi soal pembajakan buku yang digelar Ikapi DIY pada Januari 2024 lalu.
Kata Wawan, usai diskusi tersebut, Nezar berkata bahwa pemerintah akan memediasi pelaku perbukuan dengan pengelola lokapasar.
Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, belum ada tindak lanjut mengenai wacana mediasi tersebut.
Kompas TV telah mencoba menghubungi Nezar Patria pada Jumat (28/6). Namun, hingga berita ini ditulis, Nezar Patria tidak menjawab telepon atau membalas pesan yang dilayangkan.
Sementara itu, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengaku lembaganya tidak memiliki kewenangan terkait lokapasar.
"Sejauh terkait e-commerce, kewenangannya ada di Kemendag," kata Usman saat dihubungi via aplikasi perpesanan.
Dihubungi secara terpisah, Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan menyebut isu pembajakan buku menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM karena menyangkut hak kekayaan intelektual (HAKI).
Baca Juga: Kemenkumham Yasonna Laoly Dorong Pengembangan Kekayaan Intelektual
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.