JAKARTA, KOMPAS.TV – Calon wakil presiden (cawapres) RI nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menilai strategi untuk menanggulangi praktik ilegal dalam pertambangan dan pembalakan adalah dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan yang bersangkutan.
Pernyataan Gibran tersebut disampaikan untuk menanggapi jawaban cawapres RI nomor urut 3, Mahfud MD, terhadap pertanyaan panelis tentang strategi dalam menanggulangi praktik-praktik ilegal dalam pertambangan.
“Simpel saja solusinya, IUP-nya dicabut, izinnya dicabut,” kata Gibran dalam debat keempat Pilpres 2024 atau debat cawapres kedua di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024) malam.
“Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 dan 4 dan Pancasila Sila 4 dan 5, kita ingin sumber daya alam ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” lanjut Gibran.
Baca Juga: [FULL] Debat Keempat Pilpres 2024, Tiga Cawapres Sampaikan Visi-Misi Soal SDA Hingga Pangan
Dia juga menyebut Peraturan Menteri Investasi nomor 1 tahun 2022 harus dijalankan.
“Juga kita harus menjalankan Permen Investasi nomor 1 tahun 2022. Intinya, kita ingin pengusaha-pengusaha besar turut menggandeng pengusaha lokal, UMKM lokal, jadi mereka tidak besar sendiri.”
Menanggapi jawaban Gibran, Mahfud mengaku dirinya telah mencoba melakukan hal itu, tetapi banyak mafia.
“Saya mencatat juga tambang ilegal sebanyak 2.500 tapi ada juga yang lebih dari itu. Dalam 10 tahun terakhir terjadi deforestasi 12,5 hektare hutan kita. Itu jauh lebih luas dari Korea Selatan dan 23 kali luasnya Pulau Madura,” bebernya.
“Bilang cabut saja IUP-nya, nah itu masalahnya. Cabut IUP itu banyak mafianya. Saya udah mengirim tim ke lapangan, ditolak, sudah putusan Mahkamah Agung, itu begitu.”
Bahkan, lanjut Mahfud, pekan lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pertambangan di Indonesia banyak sekali yang ilegal dan di-backing oleh aparat dan pejabat.
Sebelumnya, saat menjawab pertanyaan panelis, Mahfud mengatakan persoalan penyelesaian sumber daya alam dan energi harus menyeluruh dari hulu ke hilir.
Dia mengaku memiliki pengalaman menangani sidang-sidang mengenai keterbukaan informasi agraria, termasuk kehutanan.
“Informasinya tertutup, siapa yang punya lahan ilegal di sebelah sana. Ketika dibuat daftar, tidak ada dalam daftar. Sementara ada masyarakat yang punya data, setelah ditanyakan baru ditunjukkan.”
“Jadi penyelesaiannya tidak bisa menyeluruh,” tambahnya.
Baca Juga: Mahfud MD Soroti Petani semakin Sedikit tapi Subsidi Pupuk Semakin Besar: Pasti Ada yang Salah
Menurut Mahfud, pemegang informasi menyebut informasi tersebut rahasia.
“Ndak bisa dong, rahasia itu kan bukan tentang data perampasan tanah rakyat, kasusnya di mana, siapa yang menyerobot perkebunan sawit.”
“Setelah diselidiki-selidiki, apa yang terjadi di dalam analisis? Itu memang permainannya buruk sehingga disembunyikan. Disembunyikan, kalau orang tahu baru dikeluarkan satu-satu,” bebernya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.