Oleh karena itu, Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian mengeluarkan keputusan guna melakukan pengawasan yang ketat dengan melarang untuk memperdagangkan anjing di muka umum seperti hewan pangan lainnya.
Fickar mengatakan, dalam Undang-Undang Pangan, anjing tidak dimasukkan dalam kategori bahan pangan.
"Karena itu bukan pangan yang sepenuhnya legal," kata Fickar dikutip dari Kompas.com, Selasa (26/12/2023).
Sementara itu, ahli hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Muchammad Iksan juga mengatakan bahwa perdagangan dan konsumsi anjing tidak dilarang. Namun, kata dia, tindakan penyiksaan hewan dilarang dalam undang-undang dan KUHP.
Iksan menilai, praktik pengolahan anjing menjadi makanan inilah yang bisa masuk ke dalam kategori penyiksaan dan dilarang undang-undang.
Lebih lanjut, Iksan juga mengatakan bahwa sudah banyak pemerintah daerah (pemda) yang membuat regulasi larangan perdagangan dan makanan daging anjing di tengah fenomena kuliner anjing yang banyak muncul di masyarakat.
"Pemda yang sudah memiliki perda (peraturan daerah) seperti itu di antaranya Pemkot (pemerintah kota) Solo, Kabupaten Sukoharjo, Pemda Salatiga, Kota Malang, dan lain-lain," ungkapnya.
Sayangnya, kata Iksan, meskipun telah masuk dalam perda, namun ancaman hukuman bagi pelaku jual beli daging anjing masih ringan, sehingga masih banyak masyarakat yang melanggarnya.
Lebih dari itu, penegakan hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Satpol PP juga masih lemah, yang menyebabkan praktik jual-beli anjing untuk konsumsi masih terus terjadi.
"Semoga banyaknya keluhan dari masyarakat akan menggerakkan Penyidik PPNS untuk lebih serius menegakkan Perda tersebut," ujarnya.
Baca Juga: Media Barat Ramai Laporkan Pasar Hewan di Sulawesi Utara Larang Perdagangan Daging Anjing dan Kucing
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.