Tindakan ini menurutnya, untuk melanggengkan kekuasaannya lewat cara-cara curang, termasuk mengubah aturan main ini berpotensi mematikan demokrasi.
"Untuk mencegah kediktatoran gaya baru perlu kekuatan massa politik yang lebih besar. Masyarakat sipil tak boleh diam. Harus melakukan sesuatu. Ruang politik baru harus diciptakan untuk memperjuangkan kepentingan umum," tegas John.
Bagi PHI, pembentukan poros politik baru masyarakat sipil semakin mendesak karena ketiga pasangan tersebut, termasuk partai-partai politik yang mengusungnya memiliki rekam jejak dan kebijakan yang bermasalah.
Ia kemudian menyinggung terkait kebijakan pembangunan bermasalah yang terjadi di Kendeng, Wadas, Rempang. Kemudian terkait pendekatan politik identitas yang sempat merusak rajutan tenun kebangsaan.
“Warga tidak boleh lagi tertipu visi dan misi. Warga perlu ditempatkan sebagai aktor penentu kebijakan. Warga perlu kontrak politik sejati. Poros Politik baru perlu dibangun bersama," tegasnya.
"Ini bukan sekadar koalisi antar partai politik yang tidak dapat dipegang komitmen politiknya dan sulit diukur dampak politiknya secara riil. Ini batu uji untuk mencegah kediktatoran Jokowi," ujar John.
Adapun dalam pembentukan poros politik baru, PHI mengajukan sejumlah syarat tujuan bersama, yakni:
Pertama, bersama-sama menuntut penyelidikan yang serius atas dugaan penyelewengan konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.
Kedua, bersama-sama memastikan diri untuk tidak memilih Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan membangun gerakan penolakan seluas-luasnya.
Ketiga, bersama warga membangun agenda politik baru melalui kontrak politik sejati yang tak terbatas pada Platform Hijau dan/atau melibatkan partisipasi publik yang lebih luas.
Baca Juga: Ini Alasan Gerindra Sebut MKMK Tak Bisa Batalkan Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.