Selain Jimly, Bivitri juga menyoroti anggota MKMK Wahiduddin Adams yang saat ini masih berstatus sebagai hakim MK aktif.
"Dan ada satu hakim MK, Adams, itu juga berpotensi membuat MKMK ini akan cenderung sungkan, barangkali, untuk memberikan sanksi yang terlalu keras," kata Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu.
"Padahal pelanggaran ini sangat berat," tegas peraih gelar Master of Laws di Universitas Warwick, Inggris ini.
Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara Tegaskan Pelanggaran Etik Ketua MK dalam Putusan Batas Usia Capres-Cawapres
Pelanggaran yang dimaksud Bivitri ialah dugaan pelanggaran etik yang tertuju kepada Ketua MK Anwar Usman dalam memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
MK mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menggugat batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu.
Permohonan itu diajukan mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqibirru, yang ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Pasal tersebut melancarkan pencalonan Wali Kota Solo/Surakarta Gibran Rakabuming Raka, yang notabene keponakan Ketua MK Anwar Usman, sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo Subianto.
Hingga Senin (23/10/2023), sudah ada 7 laporan dugaan pelanggaran etik Ketua MK yang diterima lembaga yudikatif itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.