"Sampai partai yang tidak masuk dalam DPR saja itu tidak boleh atau tidak diterima legal standingnya ketika mempersoalkan sebuah peraturan yang terkait dengan kedudukan partai politik dalam hal ini, yaitu persidential threshold," kata pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) itu.
Baca Juga: Presiden Jokowi Dilaporkan ke KPK, Kepala Staf Kepresidenan: Hati-Hati Lapor Tanpa Bukti
Ia lantas mempertanyakan pertimbangan MK dalam meloloskan gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa hukum bernama Almas Tsaqib Birru.
"Tapi kenapa dalam putusan yang nomor 90 itu Almas Tsaqib Birru, yang salah satu argumentasinya adalah karena dia adalah pengagum dari Gibran Rakabuming, itu bisa diterima sebagai legal standing?" tanya Bivitri.
Ia juga menyoroti pendapat berbeda atau dissenting opinion dari empat hakim MK yang menerangkan bahwa ada ketidaknormalan hukum acara dalam memeriksa permohonan tersebut.
"Kita juga bisa baca semua pendapat berbeda dari empat hakim konstitusi yang dengan gamblang menceritakan, begitu banyak ketidaknormalan dalam hukum acara yang dilakukan sewaktu pemeriksaan permohonan itu berlangsung, sebelum diambilnya putusan tersebut," tuturnya.
Sebelumnya, MK menyatakan mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menggugat batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q UU Pemilu.
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan UUD 1945.
"Mengadili: 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. 2 Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 610) yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,'" kata Ketua MK Anwar Usman di gedung MK, Senin (16/10/2023).
"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah,'" kata Anwar.
Anwar mengungkapkan, ada empat hakim yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion, yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.