JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diminta mengundurkan diri dari persidangan judicial review atau uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia Capres dan Cawapres.
Hal ini lantaran Anwar memiliki hubungan keluarga dengan pihak pemohon yakni Kaesang Pangarep yang kini menjadi Ketua Umum PSI.
Diketahui Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, pemohon yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dalam hal ini diwakili oleh Giring Ganesha Djumaryo dan Dea Tunggaesti (pemohon I).
Kemudian Anthony Winza Probowo (pemohon II); Danik Eka Rahmaningtyas (pemohon III); Dedek Prayudi (pemohon IV); Mikhail Gorbachev Dom (pemohon V).
Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus menilai karena saat ini pimpinan dari PSI sebagai pemohon adalah keponakan dari Katua MK Anwar Usman, maka ketentuan hak ingkar terhadap hakim yang memeriksa perkara berlaku.
Baca Juga: Airlangga Sebut Ada 1 Nama Bacawapres Prabowo yang Masih Tunggu Putusan MK
Ketentuan tersebut ada dalam Pasal 17 UU 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
"Kaesang sekarang sudah menjadi ketua umum PSI, maka permohonan uji materi yang diajukan PSI terbentur pada larangan bahwa hubungan keluarga sedarah atau semenda yang sangat dekat. Hakim MK terutama ketua MK sebagai paman (Kaesang) harus mundur," ujar Petrus di program Kompas Petang KOMPAS TV, Kamis (12/10/2023).
Di sisi lain Petrus menilai uji materi batas usia Capres dan Cawapres syarat akan kepentingan, baik politik maupun kepentingan para hakim MK.
Menurutnya jika hakim MK mengabulkan permohonan batas usia Capres-Cawapres, tidak menutup kemungkinan akan ada lagi gugatan serupa.
Namun untuk menguji Pasal 15 ayat (2) huruf d dan Pasal 23 ayat (1) c UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: Gugatan ke MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres, jadi Karpet Merah untuk Gibran?
Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Nomor 24 Tahun 2003 UU MK mengatur tentang syarat usia hakim MK paling rendah 55 tahun.
Sedangkan Pasal 23 ayat (1) c mengatur ketentuan pemberhentian hakim MK dengan hormat telah berusia 70 tahun.
"Setelah mengabulkan batas usia cawapres, kepentingan lain ada permohonan mengubah batas usia hakim MK yang mereka sendiri tangani. Jadi tidak perlu repot-repot lagi di DPR (revisi UU MK)," ujar Petrus.
"Kita semua tahu proses revisi UU di DPR sangat panjang dan berbiaya tinggi, sedangkan di MK lebih mudah, apalagi untuk kepentingan mereka sendiri," ujarnya.
Ketua PBHI Julius Ibrani juga menilai hal yang sama, kata dia, uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia Capres dan Cawapres syarat akan kepentingan.
Baca Juga: Momen Presiden Jokowi jadi Wali Nikah Adiknya dengan Anwar Usman
Kepentingan yang disorot Julius adalah keberlangsungan kekuasaan Jokowi di pemerintahan.
Menurutnya melihat dari latar belakang Ketua MK Anwar Usman dan pemohon uji materi batas usia capres-cawapres, yakni PSI, partai yang saat ini dipimpin Kaesang Pangarep, sulit untuk meragukan MK akan menolak permohonan pemohon.
Seharusnya MK sedari awal sudah menolak uji materi batas usia Capres-Cawapres dengan dasar putusan-putusan sebelumnya mengenai kebijakan hukum terbuka atau opened legal policy.
"Dari awal gugatan ini seharusnya ditolak, karena levelnya ada di kebijakan hukum terbuka yang dibentuk oleh penyusun UU, DPR atau diajukan Pemerintah ke DPR. Tapi sekarang kan bergulir sampai panjang," ujar Julius.
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman berjanji bahwa hubungan kekerabatan tidak akan memengaruhi putusan yang akan dibuat MK terkait gugatan syarat usia minimum calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Hal itu dikatakan Anwar Usman dalam sidang lanjutan pemeriksaan permohonan nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 terkait gugatan Undang-Undang (UU) Pemilu mengenai syarat usia minimum capres-cawapres. "Nabi Muhammad, (jika) anaknya mencuri, akan dipotong sendiri tangannya oleh Nabi Muhammad, ya gitu ya," kata Anwar sebelum menutup sidang, Selasa (29/8/2023).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.