Adapun dalam pernyataan resmi PBNU yang dibacakan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla pada konferensi pers itu menegaskan bahwa pihaknya berpandangan persoalan Rempang-Galang merupakan masalah yang terkait pemanfaatan lahan untuk proyek pembangunan.
Persoalan yang semacam ini, kata dia, terus berulang akibat kebijakan yang tidak parsipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya.
"PBNU meminta kepada pemerintah agar mengedepankan musyawarah dan menghindari pendekatan koersif," ujarnya.
Dia kemudian menyinggung terkait muktamar ke-34 di Lampung, di mana saat itu telah dibahas terkait persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara.
"PBNU berpandangan tanah yang telah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses redistribusi lahan oleh pemerintah atau pengelolaan lahan, maka hukum pengambilalihan tanah itu oleh pemerintah adalah haram," katanya.
Hukum haram itu, kata Ulil, jika pengambilalihan oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang.
Meskipun demikian, ia menyebut pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil alih tanah rakyat dengan syarat dilakukan sesuai ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan.
"Dengan tentu harus memberi keadilan bagi rakyat pemilik dan/atau pengelola lahan," katanya.
Lebih lanjut PBNU mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki pola-pola komunikasi dan segera menghadirkan solusi penyelesaian persoalan ini dengan memastikan kelompok yang lemah dipenuhi hak-haknya serta diberikan afirmasi dan fasilitasi.
Baca Juga: Jokowi Kembali Bicara soal Kerusuhan Pulau Rempang: Masa Harus sampai Presiden?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.