JAKARTA, KOMPAS.TV - Penanganan kasus suap yang menyeret Kabasarnas 2021-2023 Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto diminta untuk dilakukan secara koneksitas.
Mantan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Gayus Lumbuun menjelaskan aturan koneksitas dalam penanganan perkara yang melibatkan militer di ranah sipil telah diatur dalam Pasal 198 UU 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer.
Kemudian di Pasal 42 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mantan Hakim Agung ini menilai penanganan kasus Basarnas secara koneksitas juga sebagai konsistensi negara hukum terhadap hukum positif, terhadap prajurit TNI yang melakukan kejahatan di ranah umum atau publik.
"Enggak bisa hukum berjalan sendiri tanpa perhatikan hukum formil. Ini adalah hukum formil yang mengatur apabila seorang prajurit TNI melakukan perbuatan hukum di wilayah manapun," ujar Gayus dalam pesan tertulisnya, Senin (7/8/2023).
Baca Juga: Polemik Kabasarnas Bakal Disidang di Pengadilan Militer | ROSI
Gayus menambahkan jika aturan koneksitas dipakai dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Basarnas yang melibatkan dua prajurit TNI, maka Menkumham, Panglima, KPK, dan Jaksa Agung berembuk untuk menentukan peradilannya.
Menurut Gayus hal yang perlu dirembukkan yakni apakah perkara tersebut dominan di militer, atau peradilan umum. Hal ini juga diatur dalam KUHAP.
Di sisi lain, penyidikan dengan sistem koneksitas merupakan bentuk antisipasi, karena dikhawatirkan kasus yang melibatkan dua perwira TNI bersinggungan dengan kerahasiaan militer.
"Kenapa harus ada koneksitas? Jawaban saya adalah koneksitas adalah lembaga bertemunya peran hukum di ranah militer, apalagi ini (Henri) bintang 3, bintang tertinggi, karena dikhawatirkan ada kerahasiaan militer yang terkait, itu intinya," ujar Gayus.
Lebih lanjut Gayus juga meminta Presiden Joko Widodo turun tangan mengatasi polemik kasus Basarnas agar polemik di masyarakat tidak semakin panjang.
Baca Juga: Respons Panglima TNI, Ada Prajurit yang Geruduk Mapolrestabes Medan
Menurutnya sebagai Kepala Negara, Jokowi bisa mengambil peran untuk menjaga suasana kondusif masyarakat.
Langkah tersebut bukan berarti Presiden Jokowi mencampuri persoalan yudikatif. Demikian juga DPR harus bersikap untuk mengatasi persoalan ini.
Agar persoalan serupa tidak terulang Presiden bisa berinisiatif melakukan perbaikan landasan aturan atau undang-undang bersama dengan DPR.
"Bukan mencampuri tapi mengingatkan. Presiden mengingatkan dan Presiden memahami dengan baik bahwa sesungguhnya masalah ini adalah masalah hukum acara," ujar Gayus.
Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono sepakat menggelar joint investigation dalam menangani dugaan suap yang menyeret Kabasarnas Henri Alfiandi.
Baca Juga: Panglima Kecewa Prajurit TNI Terjerat Korupsi, Pengamat: UU Peradilan Militer Harus Direvisi | ROSI
Kesepakatan itu dibahas saat Firli bertemu Yudo di kediaman Panglima TNI di Jakarta, Rabu pagi (2/8/2023).
Langkah investigasi bersama TNI dan KPK ini mengacu pada Pasal 41 Undang-Undang KPK yang menyatakan lembaga antirasuah menjadi koordinator atau pengendali proses hukum yang melibatkan sipil dan militer.
Selain itu, KPK juga mengacu pada Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.