"Umur 36-50 (tahun) ini mungkin ibu-ibu atau emak-emak kali ya, dan kalau dilihat dari data ini, power of emak-emak itu emang kuat," ujar Wawan.
Baca Juga: MK Sebut Pemerintah Bisa Ajukan Pembubaran Parpol yang Biarkan Praktik Politik Uang agar Jera
Lebih lanjut Wawan menjelaskan, ada faktor-faktor yang menjadi alasan perempuan mendapat angka tertinggi menerima politik uang, sembako atau bentuk lain.
Pertama, kebutuhan ekonomi, kedua, tekanan pihak lain. Tekanan pihak lain ini contohnya yang memberikan serangan fajar baik berupa uang, sembako dan sebagainya adalah orang dihormati, semisal ketua RT.
"Kan enggak enak sama ibu atau Pak RT atau orang-orang tertentu yang membagikan yang menurut dia orang-orang yang harus dihormati. Sehingga ada rasa ewuh pakewuh atau sungkan untuk tidak menerima," ujarnya.
Faktor ketiga yakni permisif dan risiko hukum yang diterima kecil atau bahkan tidak jelas karena dianggap biasa. Faktor terakhir adalah ketidaktahuan.
Wawan juga membeberkan hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, yakni 75,49 persen orang menganggap politik uang tidak wajar. Angka ini turun dibanding 2021 yakni 77,25 persen. Artinya, di tahun lalu, orang yang menganggap politik uang itu wajar, bertambah.
Baca Juga: Waspada Modus Baru "Serangan Fajar" Pemilu, Salah Satunya Pengisian Token Listrik dengan E-Money
"Harapannya di 2023 ini orang yang menganggap politik uang tidak wajar kembali meningkat. Untuk itu, KPK berupaya memberikan edukasi berupa sosialisasi dan kampanye anti-politik uang. Ini tidak mungkin dilakukan KPK sendiri dan kami mengajak seluruh komponen masyarakat bersama-sama menggaungkan menolak politik uang, hajar serangan fajar," pungkas Wawan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.