JAKARTA, KOMPAS.TV - 25 Juni 1936, Bacharuddin Jusuf Habibie dilahirkan di Parepare, Sulawesi Selatan. Dialah Presiden ke-3 RI menggantikan Soeharto dalam situasi politik yang tidak stabil, setelah Soeharto diturunkan dari tampuk kekuasannya Mei 1998.
Meski berkuasa secara singkat, hanya 1 tahun 5 bulan dari 21 Mei 1998 hingga Oktober 1999, namun cukup banyak prestasi yang Habibie torehkan. Sebagai menjadi penanda era reformasi, dan jalan pembuka keberlanjutan kepemimpinan nasional.
Misalnya, Habibie berhasil membuat kebebasan pers dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU itu menjadi ujung tonggak kebebasan pers di Indonesia yang pada masa pemerintahan sebelumnya sering dibredel dan dibungkam.
Lalu Habibie juga melaksanakan restrukturisasi perbankan Indonesia dan memisahkan Bank Indonesia (BI) dari pemerintahan agar tetap objektif dan tidak terpengaruh oleh politik. Pemisahan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. Independensi itu memberi keleluasaan kepada BI untuk mengelola sektor moneter.
Baca Juga: Kisah Soeharto yang Tak Mau Bertemu Habibie Usai Bacakan Pernyataan Lengser, Hingga Akhir Hayat
Tak hanya itu, Habibie juga membuat sejarah dengan membentuk undang-undang yang mengatur kebebasan rakyat Indonesia dalam pemilu melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemilu. Akibat pemberlakuan UU tersebut, lahir 48 partai politik baru yang ikut berpartisipasi dalam Pemilu 1999.
Pada era Habibie diskriminasi terhadap etnis tionghoa juga berhasil diakhiri setelah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 26 Tahun 1999 dan Inpres Nomor 4 tahun 1999. Inpres tersebut menghapuskan larangan berbicara dan mengajar Bahasa Mandarin yang sebelumnya berlaku di era Soeharto.
Sebelum menjadi presiden, Habibie adalah wakil presiden Soeharto dengan latar belakang teknologi yang sangat kuat. Nama Habibie identik dengan teknologi dan pesawat terbang. Bagi anak-anak sekolah kala itu, lelaki yang suka berbicara cepat itu, adalah idola sekaligus inspirasi karena kecerdasan otaknya.
Setelah menamatkan sekolah menengah di Bandung, Habibie melanjutkan kuliah ke Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Teknik Mesin pada tahun 1954.
Setahun kemudian, ia melanjutkan studi teknik penerbangan selama 10 tahun di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule (RWTH), Aachen, Jerman atas biaya sendiri. Karena kepintarannya, Habibie meraih 2 gelar sekaligus yaitu Diplom Ingenieur pada tahun 1960 dan Doktor Ingenieur pada tahun 1965 dengan predikat summa cum laude.
Di Jerman lah, namanya mulai dikenal luas. Soeharto yang baru naik ke tampuk kekuasaan, ingin segera membawa Habibie ke tanah air dan ikut dalam pembangunan yang dia rancang. Menurut pengakuannya, Habibie hanya ingin membuat pesawat terbang bukan pesawat perang.
"Saya hanya mau buat kapal terbang, dan tidak mau buat kapal perang," kata Habibie saat memberikan sambutan pada acara Penganugerahan Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award (BJHTA) 2017 di kediamannya, Patra Kuningan, Jakarta, Selasa 15 Agustus 2017 silam.
Soeharto setuju dan Habibie pun membuat tim pada 1973. Baru pada 1983, Habibie masuk kabinet menempati posisi sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi dalam Kabinet Pembangunan V, hingga tahun 1988.
Baca Juga: 5 Peristiwa Penting pada 25 Juni: Lahirnya BJ Habibie hingga Meninggalnya Michael Jackson
Pada periode berikutnya, Kabinet Pembangunan VI, Habibie kembali ditunjuk menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi, hingga 1993. Untuk ketiga kalinya, pada tahun 1993, Habibie kembali diangkat menjadi menteri untuk posisi Menteri Negara Riset dan Teknologi di Kabinet Pembangunan VII hingga tahun 1998, sebelum diangkat menjadi wakil presiden. Selama di kabinet, posisinya selalu berkaitan dengan teknologi.
Namun di masanya pula, dia berhasil membangun PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), PT Pindad, dan PT PAL yang eksis sampai sekarang. Di tangan Habibie pula, IPTN mulai memproduksi pesawat terbang, seperti CN-235 dan N-250. Selain itu, dia juga memegang puluhan jabatan lain yang sebagian besar berkaitan dengan teknologi pula, misalnya Kepala Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dan Ketua ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).
Meski memiliki jabatan presiden tersingkat, tapi dia adalah salah satu sosok yang paling lama di pemerintahan dengan torehan prestasi yang juga panjang. Habibie meninggal di Jakarta pada 11 September 2019 dalam usia 83 tahun di Rumah Sakit Angkatan Darat.
Saat jenazahnya dibawa dalam iring-iringan melaju ke arah Taman Makam Pahlawan Kalibata, masyarakat di pinggir jalan menyemut untuk memberi penghormatan terakhir.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.