JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut aturan ekspor pasir laut di Indonesia hanya membolehkan pengerukan pasir hasil sedimentasi.
Sebelumnya, Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut pada 15 Mei 2023 lalu.
Ia mengeklaim, pasir hasil sedimentasi telah mengganggu pelayaran dan kelestarian terumbu karang.
"Ini sebetulnya yang di dalam PP (Peraturan Pemerintah) itu adalah pasir sedimen ya. Pasir sedimen yang mengganggu pelayaran, yang mengganggu juga terumbu karang,” kata Jokowi usai Rapar Koordinasi Nasional di Jakarta, Rabu (14/6/2023), sebagaimana dilaporkan jurnalis Kompas TV Dipo Nurbahagia.
Ia pun menepis anggapan bahwa ekspor pasir laut Indonesia dilakukan demi menarik investasi Singapura untuk Ibu Kota Nusantara (IKN), karena sebulan setelah PP No 26 Tahun 2023 itu diteken, ada 95 pengusaha Singapura yang datang ke kawasan IKN.
"Nggak ada hubungannya," tegas Jokowi menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta.
Baca Juga: Jokowi Bantah Aturan Ekspor Pasir Laut Dibuat demi Investasi Singapura di IKN: Tidak Ada Hubungannya
Ia pun mengeklaim pembahasan terkait izin ekspor pasir laut Indonesia oleh pemerintah telah dilakukan berulang kali sejak lama.
"Memang arahnya ini rapatnya sudah lama sekali, bolak-balik masih. Karena nanti arahnya ke situ," ucapnya.
Sementara itu, aturan mengenai lokasi yang diperbolehkan untuk menggelar kegiatan eksplorasi sedimentasi laut masih dibahas lintas kementerian, yang terdiri dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Senin (12/6), Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pembahasan oleh tiga kementerian itu akan menghasilkan aturan turunan atau aturan teknis dari PP No. 26 Tahun 2023.
Baca Juga: 3 Kementerian RI Masih Bahas Daerah Mana Saja yang Boleh Ekspor Pasir Laut
Meski demikian, aturan pemerintah terkait ekspor pasir laut itu ditentang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena dianggap berbenturan dengan regulasi lain.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mengatakan, PP No 26 Tahun 2023 tidak mewajibkan pengusaha yang ingin memanfaatkan pasir laut untuk membuat izin usaha pertambangan (IUP).
Maman menilai aturan itu membuka ruang bagi pengusaha untuk mengeksploitasi pasir laut di sepanjang garis pantai Indonesia.
Wilayah dengan pasir laut yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan, menurut PP No 26/2023, harus di luar kawasan IUP. Sementara itu, untuk pasir laut yang mengandung mineral, pengusaha yang akan memanfaatkannya harus mengajukan IUP terlebih dulu.
”Ini apa maksudnya, saya mohon agar aturan yang bertabrakan ini diklarifikasi. Sebab, seluruh aktivitas yang membutuhkan IUP harus di dalam wilayah IUP,” ujar Maman, Selasa (13/6) dilansir dari Harian Kompas.
Senada, anggota Komisi VII dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari, menentang aturan ekspor pasir laut karena dinilai merugikan negara dari sektor ekonomi dan lingkungan.
”Kami meminta PP No 26/2023 ditinjau kembali, bahkan bila perlu dicabut sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat saat ini dan kerusakan lingkungan di masa depan,” ucapnya.
Menurut data liputan Harian Kompas tahun 2002 dan 2003, sejak tahun 1976 sampai 2002, setiap tahun “tanah air” yang dijual Indonesia ke Singapura mencapai 250 juta kubik. Bahkan Indonesia rela jual murah “tanah air” senilai 1,3 dollar Singapura, dari harga wajar 4 dollar Singapura.
Dua dekade lalu, pasir di perairan Batam dan Karimun Kepri dieksploitasi untuk reklamasi Singapura dan dampaknya masih terasa sampai sekarang, yakni menghilangnya Pulau Nipah dan Sebatik.
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.