JAKARTA, KOMPAS.TV - Turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) menjadi titik awal Menkopolhukam Mahfud MD mengungkap laporan hasil analisis PPATK mengenai dugaan Rp349 triliun transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Mahfud menjelaskan awalnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempertanyakan mengapa IPK turun dari 38/100 di tahun 2021 menjadi 34/100 di tahun 2022 hasil Transparency International Indonesia (TII).
"Presiden pada waktu itu marah kenapa IPK kita itu turun," ujar Mahfud saat rapat bersama Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).
Mendapat pertanyaan tersebut Mahfud kemudian mengundang TII, Litbang Kompas untuk meminta data kenapa IPK Indonesia turun.
Baca Juga: Sebut Keterangan Menkeu di Komisi XI DPR Jauh dari Fakta, Mahfud: Bukan Dia Nipu, Tapi..
Hasilnya diketahui korupsi di bea cukai, perpajakan dan DPR mendapat angka tertinggi, disusul pelayanan publik.
Menurut Mahfud dari hasil tersebut dirinya terus memikirkan bagaimana menekan angka korupsi di bea cukai dan pajak.
Tak lama dari pertemuan Mahfud dengan Presiden Jokowi muncul kasus penganiayaan anak pejabat pajak dan diikuti munculnya tentang kekayaan Rafael Alun Trisambodo.
Hal ini membuat Mahfud meminta PPATK untuk memeriksa laporan hasil analisis PPATK terkait Rafael yang diketahui pejabat di Ditjen Pajak.
Baca Juga: Kemarahan Mahfud MD Saat Diinterupsi di Rapat Komisi III DPR: Saya Setiap ke Sini Dikeroyok!
"Saya minta itu ada kasus ndak di PPATK kok orang kaya begitu. Dari situ ditemukan lagi banyak (transaksi mencurigakan), saya minta rekap. Jadi saya minta rekap nah inilah rekap yang saya sampaikan," ujar Mahfud.
Mahfud memastikan data PPATK mengenai dugaan transaksi mencurigakan valid. Ia juga tidak keberatan jika data tersebut diadu dengan data yang dimiliki oleh Kemenkeu.
Menurut Mahfud yang menjadi perbedaan data yang diungkap dirinya dengan Menkeu Sri Mulyani adalah masalah persepsi.
PPATK, kata Mahfud, karena menyangkut transaksi mencurigakan yang berpotensi dugaan pencucian uang, maka akan memeriksa secara keseluruhan termasuk pihak-pihak terkait dan perusahaan.
Baca Juga: [FULL] Sri Mulyani Beberkan Kronologi Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu
Sedangkan di Kemenkeu hanya memeriksa pihak yang benar-benar berkaitan langsung dengan Kemenkeu.
"Misalnya Rafael itu kan ada rombongannya, ketika diperiksa Ibu Sri Mulyani satu yang diambil. Sama dengan ini tadi (Rp349 triliun) jadi ini rombongan," ujar Mahfud
"Namanya pencucian uang kalau nggak banyak ya bukan pencucian uang namanya, kalau satu korupsi, tapi pencucian uang lebih banyak di belakangnya itu lho," sambungnya.
Lebih lanjut Mahfud mempersilakan jika DPR ingin membuat pansus terkait data dugaan TPPU di lingkungan Kemenkeu.
Baca Juga: Sebut Penjelasan Sri Mulyani Keliru, Mahfud MD: Akses Data Ditutup dari Bawah!
Ia juga berani membuka data pihak-pihak yang dicurigai melakukan transaksi mencurigakan.
"Saudara, saudara buka nanti, mau pansus buka nanti ada nama-nama orang 491 orang apa kasusnya, itu kan ada LHA-nya, ada di situ. Maka bagi saya gampang kok masalah ini, undang Sri Mulyani, cocokkan ini datanya PPATK, hanya beda menafsirkan,"ujar Mahfud.
"Nggak ada yang berbeda, menafsirkannya yang beda, nanti lihat saja," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.