JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyentil Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD soal transaksi janggal di Kementerian Keuangan yang mencapai Rp349 triliun.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu disebut hanya memberikan informasi setengah-setengah terkait transaksi janggal ratusan triliun rupiah tersebut.
Baca Juga: Tantangan Terbuka Mahfud MD ke Komisi III DPR, Soal Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun Kemenkeu
Adalah Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango yang menyentil Mahfud MD demikian. Nawawi menilai bahwa Mahfud MD hanya sekadar seorang juru bicara atau jubir terkait dugaan transaksi mencurigakan di Kemenkeu itu.
Menurut Nawawi, Mahfud MD sebagai seorang Menko Polhukam lebih tepat mendorong atau menyuarakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi undang-undang.
"Ketimbang hanya seperti juru bicara (Jubir) menyampaikan informasi setengah-setengah," kata Nawawi dalam keterangannya dikutip dari Kompas.com pada Senin (27/3/2023).
"Prof Mahfud ini lebih pas kalau aktif menyuarakan atau support terhadap ditetapkannya RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang."
Selain itu, Nawawi meminta Mahfud MD untuk lebih fokus mendorong penyempurnaan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Pemilu 2024 Tak Bisa Diundur, Singgung Negara Bakal Chaos
Sebab, kata dia, hal-hal seperti itu lebih baik dilakukan oleh Mahfud ketimbang hanya menyampaikan informasi yang setengah-setengah.
"Mendorong penyempurnaan UU Tipikor seperti kemungkinan memasukannya ketentuan illicit enrichment (kekayaan yang tidak sah) sebagai delik korupsi, juga ketentuan-ketentuan lain seperti trading in influence," tuturnya.
Adapun Mahfud MD sebelumnya menyatakan siap menjelaskan dan menguji logika dengan DPR RI mengenai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan yang terdeteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Mahfud menegaskan bakal memenuhi undangan Komisi III DPR RI untuk membahas transaksi mencurigakan itu pada Rabu (29/3/2023).
"Uji logika dan uji kesetaraan juga. Jangan dibilang pemerintah itu bawahan DPR. Bukan," ujar Mahfud di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (25/3/2023).
Baca Juga: Soal Jokowi Larang Pejabat Buka Bersama, Mahfud MD: Jika Mau Dicabut Mudah karena Hanya Surat Edaran
Mahfud juga menantang seluruh anggota Komisi III DPR RI hadir dalam rapat bersama dirinya nanti. Terlebih, kepada anggota dewan yang bersuara keras terkait hal ini.
"Pokoknya Rabu saya datang, kemarin (anggota DPR) yang ngomong-ngomong agak keras itu supaya datang juga, biar imbang," ucap Mahfud.
Meski demikian, Mahfud mengaku belum menerima undangan dari DPR mengenai jadwal pertemuan tersebut.
"Enggak tahu, undangannya belum nyampai," kata Mahfud.
Sementara terkait perampasan aset, Mahfud MD mengatakan bahwa DPR masih menunggu surat presiden (surpres) agar bisa segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana.
“Ya, saya sudah dengar (permohonan surpres), DPR mudah-mudahan konsisten. Nunggu surpes dari presiden untuk mengajukan perubahan. Oke kita ajukan,” ujar Mahfud saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Baca Juga: Pernyataan Rafael Alun Usai Diperiksa KPK: Janji Tak Bakal Kabur hingga Keberatan Dituding Cuci Uang
Namun, Mahfud tidak menyebut kapan surpres tersebut akan diajukan ke DPR.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.