Ia menjelaskan, oleh-oleh tersebut berupa makanan seperti permen yang harga per item-nya hanya 5 baht atau Rp2.000.
"Saya sempat tanya kalau ini kan oleh-oleh, ya wajar kan jumlahnya di atas 10, apalagi itu cuma permen," kata dia.
Akan tetapi, Tiara mengaku bahwa petugas saat itu menganggap oleh-olehnya melebih batas normal.
Petugas juga memasukkan barang bawaannya ke dalam kategori volume karena memuat banyak produk.
"Sayangnya, meskipun nota yang mereka terima itu harganya 600 baht, tapi karena produknya banyak, dibilang kena volume," kata dia.
"Akhirnya, penetapannya, saya dimasukkan kategori punya 150 produk dengan harga sekitar Rp2,2 juta. Yang paling saya kagetin, saya enggak belanja di atas Rp7,5 juta, tapi kenapa bisa dianggap produk ini bukan barang personal use," lanjutnya.
Baca Juga: Kisah Fatimah Pemenang Lomba Nyanyi di Jepang Ditagih Rp4,8 Juta oleh Bea Cukai untuk Tebus Piala
Pihak bea cukai kemudian memberi penjelasan bahwa mereka berhak menetapkan kategori barang bawaan penumpang.
Bukan hanya makanan, dua balsem yang dibelinya di Thailand seharga 20 baht atau sekitar Rp10.000 per biji pun juga ikut kena pajak. Bahkan, pihak bea cukai mengubah harga balsem itu dari 20 baht menjadi 20 dollar AS.
"Dua balsem itu harga satunya 20 baht, sama mereka harganya jadi 20 dollar AS. Saya tanya, 'ini harganya 20 baht kok bisa 20 dollar AS?', petugasnya bilang 'ini kita pakai ketetapan harga termurah aja', jelas dia.
Karena dalam kondisi lelah, ia pun enggan berdebat panjang lebar terkait pajak barangnya tersebut.
Ia kemudian membayar nominal pajak bea cukai yang ditetapkan oleh petugas via transfer ke KCPU Soekarno-Hatta dan bisa keluar dengan membawa oleh-olehnya.
"Kondisinya saat itu saya capek banget, jadi enggak seberapa komplain, yang bisa dibayar seminimal mungkin, ya kita bayar," tutupnya.
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.