JAKARTA, KOMPAS.TV - Penindakan tentang pamer gaya hidup mewah di kalangan pejabat penyelenggara negara Indonesia dinilai belum diterapkan secara sungguh-sungguh dan terencana.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan indonesia, Trubus Rahadiansyah, dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Jumat (17/3/2023).
"Tidak ada upaya sungguh-sungguh misalnya pengawas internal pemerintah bekerja optimal atau tidak," ujarnya.
Padahal, kata Trubus, sudah ada peraturan yang mengatur tentang gaya hidup sederhana bagi aparatur sipil negara (ASN) di Keppres Nomor 10 Tahun 1974.
Namun, hadirnya media sosial saat ini justru dijadikan sarana flexing atau pamer harta kekayaan oleh sebagian pejabat atau keluarga pejabat penyelenggara negara.
"Jadi yang ada itu hanya political will, tidak ada action will-nya," tegasnya.
Ia pun menerangkan, belum ada rencana aksi atau action plan dalam penindakan pejabat-pejabat publik yang memiliki harta tak wajar.
Baca Juga: Tanggapi Klarifikasi Harta Kekayaan Pejabat oleh KPK, Saut Situmorang: Nggak Sulit Di-TPPU-kan
Menurutnya, di era pascakebenaran (post-truth) saat ini, masyarakat menuntut keterbukaan pemerintah dalam pengelolaan pajak.
Apalagi, lanjut dia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Menurut Trubus, banyak masyarakat yang kecewa dengan aturan tersebut karena banyaknya jumlah pungutan pajak yang ditarik pemerintah.
"Pemerintah secara rakus membuat pajak banyak sekali. Itu yang membuat masyarakat semakin geram, marah, karena pajaknya banyak sekali," ujarnya.
Ia melihat, banyaknya bidang atau sektor yang menjadi sasaran pajak itu membuat masyarakat "terluka".
Terutama usai mencuatnya kasus Rafael Alun, mantan pejabat Ditjen Pajak yang menyembunyikan harta kekayaannya dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Ia menyebut, kasus yang menjerat Rafael melalui anaknya, Mario Dandy Satriyo, menunjukkan adanya pejabat yang menyembunyikan hartanya entah kepada anak, istri, atau orang lain.
Baca Juga: Pejabat Pajak Wahono Saputro Penuhi Panggilan KPK untuk Klarifikasi Harta Kekayaan
Ia juga mengungkapkan, banyak dari mereka yang menyembunyikan harta kekayaan itu mendapatkan pemasukan dari penyalahgunaan wewenang atau pungutan liar (pungli).
"Entah itu abuse of power/penyalahgunaan wewenang, pungli, itu semua terjadi," ujarnya.
Ia menyebut, penegakan hukum dari penyelewengan-penyelewengan tersebut masih belum tampak.
"Penegakannya seperti apa, apakah harus dimiskinkan misalnya," tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dicopot bahkan diberhentikan dari jabatannya.
Terbongkarnya harta tak wajar pejabat penyelenggara negara, khususnya di Kemenkeu bermula dari kasus penganiayaan Mario Dandy terhadap David Ozora.
Saat profil Mario ditelusuri, publik menemukan bahwa anak Rafael itu kerap memamerkan kendaraan-kendaraan mewah yang tak tercatat di LHKPN ayahnya.
Baca Juga: KPK Panggil Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan Pejabat Pajak Jaktim Terkait LHKPN Besok!
Akhirnya, Rafael dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum di Kanwil DJP Jakarta II.
Tak hanya itu, Rafael juga dipecat secara tak hormat oleh Menkeu Sri Mulyani pada 8 Maret 2023. Kini, ia menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tak berhenti di situ, publik juga menemukan sejumlah pejabat lain yang kerap memamerkan harta melalui media sosial. Satu di antaranya adalah Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.
Jabatan Eko juga dicopot usai videonya memamerkan kekayaan viral di media sosial. Ia juga menjalani pemeriksaan KPK terkait klarifikasi LHKPN miliknya.
Buntut dari terungkapnya kasus pejabat Kemenkeu itu pun menyeret puluhan pejabat lainnya yang dinilai memiliki harta kekayaan tak wajar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.