JAKARTA, KOMPAS.TV – Joanes Joko, staf ahli Kantor Staf Presiden (KSP), mengatakan pemerintah tidak hanya mempertimbangkan hitungan-hitungan materi dalam mengambil keputusan usai terjadinya kebakaran besar di Depo Pertamina Plumpang yang kemudian merembet ke permukiman warga di sekitarnya pada Jumat (3/3/2023) lalu.
Joko menambahkan, dalam mengambil keputusan, pemerintah juga memperhatikan aspek sosiologis dan sosial ekonomi masyarakat.
“Tentu dalam mengambil keputusan, pemerintah, seperti arahan Bapak Presiden, apakah itu Plumpang yang digeser atau penduduk yang direlokasi, itu ada kompleksitasnya masing-masing,” tuturnya dalam dialog Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (6/3/2023).
“Misalnya kalau kita menilai Plumpang yang harus digeser, tentu ini membutuhkan biaya yang besar sekali, investasi yang besar, tetapi segala hitung-hitungan ada.”
Tetapi, lanjut Joko, relokasi warga atau revitalisasi tentu tidak hanya sekadar hitung-hitungan materi.
Baca Juga: Polisi Periksa 14 Saksi terkait Penyebab Kebakaran Depo Pertamina Plumpang
Kata dia, jika hanya menggunakan hitungan-hitungan materi, prosesnya akan lebih mudah.
“Kalau memang hitung-hitungan materi, tentu akan lebih mudah. Tetapi ada pertimbangan-pertimbangan sosiologis, ada pertimbangan-pertimbangan sosial ekonomi juga terkait dengan kondisi warga di sekitarnya.”
Pemerintah, kata Joko, tetap harus memperhitungnkan kondisi warga terkait lahan pengganti jika mereka harus direvitalisasi.
“Terus bagaimana dengan mata pencaharian mereka, terus bagaimana dengan status hukumnya,” tuturnya.
Saat ini, lanjut Joko, tim yang ada, baik dari pemerintah daerah, Kementerian BUMN, maupun Pertamina, terus melakukan kajian dan perhitungan cepat, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi, lanjut Joko, telah memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir dan plt Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk segera mencari solusi dalam waktu dekat.
“Ini memang tipikal dan gayanya Bapak Presiden untuk segera mengambil langkah-langkah cepat.”
Menurutnya, semua langkah yang dilakukan presiden adalah menyelaraskan keamanan, keselamatan, dan kepentingan nasional.
Ia menegaskan, ada dua opsi terkait penanganan Depo Plumpang, yakni menggeser lokasi Depo Plumpang atau relokasi waga di sekitarnya, sehingga tercipta buffer zone.
Kedua opsi ini, kata dia, masih dalam tahap pengkajian dan hasilnya akan disampaikan Kementerian BUMN dan Pertamina.
Pendapat Pakar Tata Kota
Sementara pakar tata kota, Yayat Supriyatna, mengatakan Depo BBM Plumpang sebagai depo yang paling strategis tempatnya.
Pertama, kata dia, karena lokasi depo tersebut dekat dengan jalan tol sehingga mudah melakukan distribusi ke wilayah Jabodetabek, dan aksesnya mudah ke mana-mana.
“Kedua, investasi, dekat dengan pelabuhan laut, sudah tertanam pipa hampir 5 kilometer di dalamnya.”
“Jadi dari sisi tempat, dari sisi alokasi distribusi, lebih mudah. Kalau dipindahkan ke reklamasi atau kawasan lain, kita butuh waktu panjang untuk sampai ke sana,” jelasnya.
Yayat kemudian membandingkan biaya atau nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun depo baru dan merelokasi warga.
Jika membangun depo baru lebih tinggi biayanya, Yayat berpendapat lebih baik kawasan itu ditata untuk menjadikannya percontohan atau role model bagi semua sentra-sentra vital negara.
“Nanti di Balongan bisa dilakukan seperti itu, kemudian di pabrik pupuk di Palembang juga seperti itu, di bandara juga seperti itu.”
Baca Juga: Sebut Depo BBM Plumpang Paling Strategis, Pakar Tata Kota Sarankan Revitaslisasi Warga
Percontohan ini, menurutnya, akan menjadi cara untuk menata kawasan tersebut.
“Kalau dibiarkan seperti ini, akan semakin kumuh, akan semakin tidak tertata lingkungannya, dari segi sanitasi, kebersihan, lingkungan dan sebagainya.”
“Jadi menurut saya, jangan ragu untuk mengambil keputusan. Yang terbaik untuk masyarakat tidak relokasi kata saya ya, tapi revitalisasi,” sebutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.