Menurutnya, semua langkah yang dilakukan presiden adalah menyelaraskan keamanan, keselamatan, dan kepentingan nasional.
Ia menegaskan, ada dua opsi terkait penanganan Depo Plumpang, yakni menggeser lokasi Depo Plumpang atau relokasi waga di sekitarnya, sehingga tercipta buffer zone.
Kedua opsi ini, kata dia, masih dalam tahap pengkajian dan hasilnya akan disampaikan Kementerian BUMN dan Pertamina.
Pendapat Pakar Tata Kota
Sementara pakar tata kota, Yayat Supriyatna, mengatakan Depo BBM Plumpang sebagai depo yang paling strategis tempatnya.
Pertama, kata dia, karena lokasi depo tersebut dekat dengan jalan tol sehingga mudah melakukan distribusi ke wilayah Jabodetabek, dan aksesnya mudah ke mana-mana.
“Kedua, investasi, dekat dengan pelabuhan laut, sudah tertanam pipa hampir 5 kilometer di dalamnya.”
“Jadi dari sisi tempat, dari sisi alokasi distribusi, lebih mudah. Kalau dipindahkan ke reklamasi atau kawasan lain, kita butuh waktu panjang untuk sampai ke sana,” jelasnya.
Yayat kemudian membandingkan biaya atau nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun depo baru dan merelokasi warga.
Jika membangun depo baru lebih tinggi biayanya, Yayat berpendapat lebih baik kawasan itu ditata untuk menjadikannya percontohan atau role model bagi semua sentra-sentra vital negara.
“Nanti di Balongan bisa dilakukan seperti itu, kemudian di pabrik pupuk di Palembang juga seperti itu, di bandara juga seperti itu.”
Baca Juga: Sebut Depo BBM Plumpang Paling Strategis, Pakar Tata Kota Sarankan Revitaslisasi Warga
Percontohan ini, menurutnya, akan menjadi cara untuk menata kawasan tersebut.
“Kalau dibiarkan seperti ini, akan semakin kumuh, akan semakin tidak tertata lingkungannya, dari segi sanitasi, kebersihan, lingkungan dan sebagainya.”
“Jadi menurut saya, jangan ragu untuk mengambil keputusan. Yang terbaik untuk masyarakat tidak relokasi kata saya ya, tapi revitalisasi,” sebutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.