BATU MEKAR, KOMPAS.TV – Wisata Lombok ternyata tak melulu menyelami lautan biru atau pendakian gunung dan bukit. Lombok juga punya sungai yang bisa diarungi, yakni Sungai Jangkuq atau Jangkuk di Lombok Barat.
Ini sekelumit cerita perjalanan menjajal serunya jeram-jeram di Sungai Jangkuk.
Gerimis mengiringi perjalanan selepas ibu kota Nusa Tenggara Barat (NTB), Mataram, menuju Desa Batu Mekar di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. Rintiknya malah kian menderas begitu mendekati tujuan.
Musim hujan sepertinya belum akan berakhir, mengingat di pertengahan Februari 2023 saat itu, hujan hampir selalu mengguyur sebagian besar wilayah NTB.
Langsung terngiang di telinga ucapan Dwi Amang Supiyanto (49), pemilik sekaligus pengelola Lombok Rafting, operator rafting atau arung jeram di Desa Batu Mekar.
“Kalau nanti debit airnya kecil, saya akan minta bendungan dibuka sedikit supaya airnya naik sedikit,” janji Amang, begitu ia diakrabi, merujuk Bendungan Jangkuk di bagian hulu, saat Kompas.tv mengontaknya dua pekan sebelum rafting.
Sebab, debit air sungai yang tinggi biasanya menciptakan jeram-jeram menantang, yang biasanya justru dicari para rafter penikmat adrenalin. Tetapi, sepertinya debit air sungai kali itu cukup besar.
Sebelum memulai penyusuran sungai, mobil bak terbuka membawa para peserta rafting menyusuri jalan pedesaan setempat yang sempit dan menanjak. Tak lama, hanya sekitar 10 menit kemudian, para peserta turun dan berjalan kaki menuju sungai.
Dua perempuan warga desa turut mengangkut perahu karet dari tepi jalan desa hingga sungai yang jaraknya sekitar 500 meter. Untuk jasa mengangkut perahu karet, seorang warga dibayar Rp20 ribu.
“Kami berbagi pendapatan dengan warga desa juga,” ujar salah seorang pemandu.
Setiba di tepi sungai, satu demi satu perahu pun memulai pengarungan. Siang itu, tak kurang tujuh perahu karet berpenumpang empat hingga lima orang per perahu turun ke air, siap mengarungi Sungai Jangkuk.
Dan benar saja, debit air hari itu ternyata cukup besar. Belum semenit memulai pengarungan, jeram-jeram kecil tapi menantang langsung menyambut, dan membuat kuyup para penumpang perahu.
Raut wajah penuh takut bercampur senang para penumpang perahu langsung berganti tawa riang begitu jeram-jeram terlewati. Seru!
Jeram Tibu Nyanyang yang menantang
Namun, menjelang sebuah jeram yang diberi nama Jeram Tibu Nyanyang, para peserta diminta untuk turun dari perahu dan berjalan kaki menyusuri pinggiran sungai. Dari keterangan pemandu, diperoleh keterangan bahwa debit air yang tinggi membuat jeram yang dalam bahasa Sasak berarti Jeram Lebah itu terlalu berbahaya untuk dilalui.
“Sekarang terlalu bahaya, karena debit airnya terlalu besar, takutnya nanti ada beberapa peserta yang tidak siap, panik. Yang kita khawatirkan ada accident seperti benturan hidung kena helm atau dayung, dan sebagainya,” terang Amang.
“Rafting itu kan mengelola risiko untuk menjadi kesenangan. Jangan sampai dengan adanya accident, orang jadi bad image sama kami,” imbuh pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur itu.
Dari ketinggian pinggiran daratan sungai, tampak deburan air sungai menggelora di bagian jeram yang alurnya menyempit, yang jujur saja, memang tampak mengancam.
“Jeram Tibu Nyanyang itu jeramnya miring, hampir pasti perahu akan terbalik jika debit airnya besar seperti sekarang, dan di bawahnya ada undercut,” terang Abdul Indrawan (40), salah seorang pemandu, merujuk cerukan pada dinding sungai yang memiliki pusaran air menggulung ke bawah. Karena risiko bahayanya, terperangkap di undercut bisa jadi mimpi buruk bagi rafter.
“Kalau debit airnya medium, aman, bisa dilewati, tapi kalau sekarang, terlalu berbahaya,” imbuh pemandu yang telah menggeluti arung jeram selama 9 tahun belakangan sejak Lombok Rafting berdiri itu.
Selepas Jeram Tibu Nyanyang, untuk mencapai perahu, peserta dapat melompat dari tebing berketinggian sekitar enam meter ke bagian sungai yang dalam. Melompat dari ketinggian tentu memberikan sensasi tersendiri.
“Lompat dari tebingnya seru banget! Jantung serasa terbang!” seru Maria, seorang peserta rafting yang memilih terjun dari tebing itu sambil tertawa.
“Ada takutnya waktu perahu terbalik tadi, tapi seru,” tutur Sahman dari Lombok Tengah, yang perahunya sempat terbalik saat melewati jeram.
“Ini kali kedua saya arung jeram di sini. Sebelumnya saya pernah rafting di sini. Seru banget!” ujar Linda, seorang siswi sekolah internasional di Lombok.
Setelah melewati sekitar lima jeram di sungai sepanjang sekitar 5 kilometer selama sejam, pengarungan pun berakhir.
Wisata petualangan alternatif Lombok
Lombok Rafting yang didirikan oleh Amang Dwi Supiyanto memberi alternatif wisata petualangan berbeda di Lombok. Sebab, selama ini Lombok dikenal dengan wisata petualangan pendakian gunung (Rinjani) dan pantai serta laut, tapi bukan pengarungan sungai.
Sejak berdiri pada 2013, selama lima tahun, Amang berupaya memperbaiki jalur pengarungan sungai agar layak dijadikan destinasi wisata pengarungan sungai.
Berbeda dengan pembukaan jalur darat yang relatif mudah, untuk membuka jalur sungai, ia mesti merogoh kocek hingga jutaan rupiah untuk memecah batu.
“Dari dulu Lombok tidak punya sungai untuk rafting. Dengan adanya Lombok Rafting, selama lima tahun, kami perbaiki jalur sehingga Lombok punya destinasi baru, destinasi rafting untuk tujuan wisata adventure atau petualangan yang lain,” tutur Amang yang sudah berkecimpung di dunia kepencintaalaman sejak menimba ilmu di Sekolah Tinggi Bahasa Asing (Stiba) Malang, Jawa Timur itu.
Bentang alam Sungai Jangkuk yang indah dan dinilainya aman karena tak curam, membuat Amang memilih membuka jalur pengarungan di sungai itu.
“Sungai Jangkuk ini sungai lava atau lahar yang sudah terbentuk ratusan tahun. Secara otomatis, indah, dan juga tidak curam. Sungainya melebar, sehingga kalau terjadi air yang naik, evakuasinya tinggal minggir saja. Jadi sungai ini termasuk aman, salah satu sungai yang teraman di dunia, tapi tidak mengurangi keseruannya saat diarungi,” papar Ketua Federasi Arung Jeram NTB itu.
Amang juga melibatkan warga setempat untuk menjalankan usahanya. Sehingga, dampak ekonomi pun turut dirasakan warga sekitar.
Para pemuda desa setempat diberdayakan menjadi kru Lombok Rafting dan melayani tetamu, baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Tentu saja, seperti hidup, tak melulu suka yang didapat.
“Susah kalau tamu ndak perhatikan yang kita bilang. Sudah diingatkan untuk meninggalkan barang berharga di basecamp atau titip ke tim rescue, tapi tetap ngotot. Ternyata perahunya terbalik, dan barang-barangnya seperti paspor, uang, basah. Jadinya komplain sepanjang sisa pengarungan,” tutur Sahrul (27), seorang pemandu, menceritakan pengalamannya selama tujuh tahun menggeluti profesi pemandu rafting.
“Pernah ada tamu asing. Dia mau main air, tapi nggak mau basah. Aneh, kan? Komplain terus,” timpal Efek, panggilan akrab Abdul Indrawan, sambil terkekeh.
Toh, semua itu terhapus dengan kesenangan bermain di alam, juga bercanda akrab dengan rekan dan tetamu dari berbagai negara.
“Sukanya? Main di alam, ketemu tamu dari berbagai negara. Meskipun bahasa Inggris kami sedikit, tapi mereka mengerti,” pungkas Sahrul tersenyum.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.