JAKARTA, KOMPAS.TV- Sosok Ferdy Sambo menjadi salah satu pusat perhatian dalam sidang pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sejak pertama digelar di pengadilan, 17 Oktober 2022 silam.
Setelah persidang selama lima bulan, mantan Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri berpangkat inspektur jenderal itu divonis mati oleh majelis hakim.
Dalam putusannya majelis hakim menyatakan Sambo terbukti secara sah melakukan pembunuhan berencana.
Baca Juga: Ini Sikap Polri terkait Vonis Mati Ferdy Sambo dan Penjara 18 Bulan Eliezer
"Terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023) lalu.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo pidana mati," kata Wahyu.
Sontak pengunjung sidang bersorak dan tepuk tangan. Sementara Sambo yang berdiri mematung hanya diam. Selesai sidang tak ada sepotong kalimat pun yang keluar.
Pemandangan yang senada terjadi pada sang isteri, Putri Candrawathi, yang divonis 20 tahun penjara. Putri yang juga memakai baju warna putih seperti suaminya, hanya terlihat menarik nafas berat setelah mendengar vonis. Lagi-lagi sorak sorai terdengar di ruang sidang.
Tepuk tangan juga datang dari Menko Polhukam Mahfud MD setelah menyaksikan Richard Eliezer dihukum penjara 1 tahun enam bulan dalam perkara yang sama.
Dalam tayangan video yang beredar, Mahfud tampak bertepuk tangan menandankan kegembiraan.
“Saya tidak tahu mengapa hati saya bergembira dan bersyukur setelah membaca vonis hakim pada Eliezer,” ucap Mahfud, Rabu (15/2).
Selain sorak sorai dan tepuk tangan kegembiraan, persidangan ini juga diwarnai tangisan.
Eliezer yang juga merupakan justice collaborator dalam perkara ini, tak kuasa menahan tangis setelah mendapat vonis yang lebih ringan dari tuntutan jaksa, 12 tahun. Matanya berkaca-kaca.
Hal yang sama terjadi pada orang tua dan keluarga Eliezer. Bahkan, kuasa hukum Keluarga Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak juga terlihat meneteskan air mata, yang kemudian menghapusnya dengan sapu tangan.
Vonis ringan bagi anak muda berpangkat Bharada itu, dinilai memenuhi rasa keadilan. Mahfud MD menyebut hakim mendengarkan suara masyarakat.
"Suara-suara masyarakat didengarkan, rongrongan yang mungkin ada untuk membuat putusan tertentu, tidak berpengaruh kepada hakim," katanya.
Sementara vonis mati bagi Sambo, merupakan vonis maksimal yang diberikan oleh hakim. Meski, menimbulkan pro dan kontra.
Baca Juga: Ayah Brigadir J Soal Vonis Ferdy Sambo Cs: Persidangan Ini Memang Benar-benar Berjalan Kuasa Tuhan
Namun Sambo dan isterinya masih punya kesempatan mengajukan upaya hukum ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi, seperti diatur dalam Pasal 67, Pasal 233 s/d Pasal 243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Pasal 67 KUHAP, terdakwa atau jaksa penuntut umum (JPU) berhak mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama.
Jika mengajukan banding, Ferdy Sambo dan Putri bisa mengajukan upaya hukum lanjutan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.