JAKARTA, KOMPAS.TV - Pencegahan perkawinan anak usia dini menjadi perhatian pemerintah. Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara menjadi satu dari daerah perbatasan yang mengalami kenaikan kasus ini.
Untuk mengatasinya, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bersama Pemkab Nunukan dan sejumlah kementerian/lembaga mengelar rapat koordinasi dalam rangka pencegahan dan penanganan perkawinan anak usia dini di kawasan perbatasan negara.
Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP, Letjen TNI (Purn) Jeffry Apoly Rahawarin menyatakan kurangnya pengetahuan orang tua, tingkat pendidikan rendah hingga salah menafsirkan agama, budaya, dan adat istiadat sebagai pembenar menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini anak di daerah perbatasan.
Di sisi lain, kurangnya sarana dan prasarana di kawasan perbatasan, salah satunya di bidang pendidikan, juga menjadi kendala tersendiri.
Baca Juga: Kemenko PMK Sebut Jatim, Jateng, dan Jabar Miliki Angka Pernikahan Dini yang Tinggi
"Tingginya angka perkawinan anak usia dini juga merupakan dampak dari infrastruktur pendidikan di kawasan perbatasan, di mana beberapa di antaranya masih terkendala jauhnya akses sehingga anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan memilih untuk menikah muda," ujar Jeffry dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/2/2023).
Jeffry menambahkan perkawinan anak usia dini adalah pelanggaran hak anak yang dampaknya akan terlihat lima tahun ke depan sehingga harus dicegah.
Risiko perkawinan anak usia dini di antaranya ketidakmampuan memenuhi fungsi rumah tangga dengan baik sehingga menimbulkan masalah baru.
Seperti anak terlantar, anak berhadapan dengan hukum, dan berbagai masalah sosial anak lainnya.
Baca Juga: Tanggapi Perkawinan Anak di Wajo, Kemen PPPA: Penegakan Hukum Bisa Represif, Pencegahan Prioritas
Dalam rapat koordinasi BNPP bersama Pemkab Nunukan dan kementerian/lembaga terkait menghasilkan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti terkait pencegahan dan penanganan perkawinan anak usia dini di perbatasan negara.
Di antaranya sosialisasi dan pendampingan sebagai upaya pencegahan pernikahan anak usia dini di kawasan perbatasan.
"Dalam hal ini Kementerian Sosial siap berkolaborasi melalui program-program khusus di kawasan perbatasan bersama Pemda dan BNPP," ujar Jeffry.
Jeffry menjelaskan nantinya pendampingan akan dilakukan oleh pendamping sosial, tenaga kesejahteraan sosial, relawan sosial, dan pendamping sosial yang ada di Kemensos.
Baca Juga: Deputi II BNPP Kunjungi 5 Pos Lintas Batas Negara Pantau Perbatasan Indonesia dan Timor Leste
Sosialisasi yang masif kepada orang tua dan anak-anak di daerah perbatasan negara melalui camat dan seluruh instansi yang berhubungan seperti dinas sosial, BKKBN, dokter, pengadilan agama, dan komponen lain yang berkaitan.
Kemudian pemenuhan sarana dan prasarana tidak kalah penting. Dalam hal ini akan dibangunnya boarding school dan sanggar kegiatan belajar bagi remaja perempuan yang telah putus sekolah.
Serta dukungan moda transportasi dalam menunjang peningkatan pendidikan di kawasan perbatasan.
Selanjutnya Kementerian Agama dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mempunyai program yang beragam.
"Maping permasalahan-permasalahan yang menyebabkan pernikahan dini telah dilakukan, tinggal disesuaikan dengan masing-masing wilayah sehingga dapat diimplementasikan," ujar Jeffy.
Lebih lanjut Jeffry menjelaskan koordinasi BNPP, pemda dan kementerian/lembaga terkait dalam pencegahan pernikahana anak usia dini di Kabupaten Nunukan diharapkan menjadi proyek percontohan.
Pemda diharapkan dapat terus memberikan sosialisasi secara masif dengan stakeholder terkait dengan melibatkan masyarakat.
"Hasil rapat koordinasi akan menjadi atensi dan rekomendasi pemangku kebijakan di Kabupaten Nunukan dan di monitor oleh Kedeputian III BNPP melalui peninjauan lapangan pada awal Semester II Tahun 2023," ujar Jeffry.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.