JAKARTA, KOMPAS.TV - Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP), menyebut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak menemui mereka dan keluarga Lukas Enembe.
Rabu (1/2/2023) kemarin, keluarga Lukas Enembe telah meminta Bagian Penyidikan Komnas HAM, untuk bertemu langsung dengan Komisioner Komnas HAM.
Namun, setelah dua jam menunggu, keluarga yang didampingi THAGP tak kunjung ditemui oleh Komisoner Komnas HAM.
Ketua Tim Litigasi THAGP Petrus Bala Pattyona menyesalkan sikap Bagian Penyidik Komnas HAM.
"Pertanyaan kami, apa yang Bapak lakukan untuk mengonfirmasi pengaduan kami atas kesehatan Bapak Lukas?" kata Petrus dalam rilis yang diterima Kompas.tv, Kamis (2/2/2023).
Sementara itu, Emanuel Herdyanto selaku Ketua Tim Non-Litigasi THAGP mengatakan, kedatangan keluarga Lukas Enembe dan tim hukumnya adalah untuk mencari tindak lanjut aduan yang telah disampaikan pada 19 Januari 2023 silam.
Tim hukum dan keluarga meminta Komnas HAM untuk mengunjungi Lukas Enembe di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK). Mereka mengadukan adanya pelanggaran HAM yang dilakukan KPK karena tidak mengizinkan Lukas Enembe berobat ke Singapura.
Baca Juga: KPK Sebut Kondisi Lukas Enembe Stabil: Bisa Baca Tabloid, Berdiri, bahkan Berjalan
Tim hukum Lukas Enembe menggunakan Pasal 5 UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 sebagai dasar aduan dan anggapan KPK telah melakukan pelanggaran HAM.
"Karena di Pasal 5 ayat 3 UU Kesehatan disebutkan, ’Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya’,” kata Emanuel.
“Karena itu, kita minta Komnas HAM, segera mengunjungi Bapak Lukas, untuk melihat sendiri kondisi kesehatan Bapak Lukas, dan menggunakan dalil UU Kesehatan itu, atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia Bapak Lukas Enembe,” tegas Emanuel.
Lebih lanjut, Emanuel mempertanyakan sikap Komisioner Komnas HAM yang tidak mau menemui pihaknya dan keluarga Lukas Enembe secara langsung.
"Di sini hak asasi kami dilanggar, kami butuh kepastian, kapan Komnas HAM dapat menemui Bapak Lukas Enembe?" tanya Emanuel.
Baca Juga: KPK Pastikan Penyidikan Tidak Terpengaruh oleh Janji Firli Bahuri ke Lukas Enembe saat di Papua
Seperti diberitakan Kompas.tv sebelumnya, penahanan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe diperpanjang selama 40 hari, terhitung mulai 2 Februari sampai 13 Maret 2023.
Penyidik KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua. Selain Lukas Enembe, KPK menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka dalam kasus itu.
Tersangka RL diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe sekitar Rp1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua.
Ketiga proyek yang dimaksud adalah proyek multiyears peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar, proyek multiyears rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar, serta proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Baca Juga: Lukas Enembe Dinyatakan Telah Pulih, Kini Ditahan di Rutan KPK
KPK menduga Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya, di mana berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp10 miliar.
Namun, proses pemeriksaan tersendat lantaran kuasa hukum Lukas Enembe bersikukuh kliennya dalam kondisi kesehatan yang kritis.
Lukas Enembe juga sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RPSAD). Bahkan, tim kuasa hukum Lukas Enembe terkesan menunda-nunda pemeriksaan KPK dengan mengajukan permintaan untuk merawat sang klien ke Singapura.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.