Sebagai contoh, lanjutnya, ia menilai kampaye terbuka bisa dikurangi misalnya di televisi atau hal lain yang rentan gunakan uang jumlah besar.
"Hal ini mestinya diatur, misalnya, untuk biaya iklan atau promosi cukup besar. Ada proses tidak fair. Ada calon yang terbatas dana, ada calon karena punya biaya besar bisa mendominasi," jelasnya.
Kemudian, kata dia, di media sosial ia mengaku tidak tahu bagaimana menghentikan jika ada politik uang di pemilu maupun Pilpres 2024.
Ia pernah mendengar, bahwa putaran uang begitu besar bahkan capai triliunan akibatkan biaya politik jadi sangat mahal.
"Saya pernah dapat informasi, ini jadi perhatian. Dengan biaya di atas 100 trilyun atau minimal 50 trilyun, bisa memenangkan 100 juta suara,
"Kalalu dihitung, misalnya 500 ribu persuara, berarti 50 triliyun biaya. Ini bisa membajak demokrasi, dengan biaya 50 triliyun itu. Ini bahaya jika tidak dibatasi," jelasnya.
Sehingga ke depan, lanjutnya, pemilu tidak lagi disebut liberal dalam pengertian soal pembiayaan yang sangat tinggi.
"Akhirnya mereka yang bisa kuasai adalah mereka yang punya modal besar," tutupnya.
Baca Juga: Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir Balas Luhut yang Kritik OTT KPK Sebut Bikin Citra Negara Jelek
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.