JAKARTA, KOMPAS.TV - Herry Wirawan hanya bisa terduduk lesu ketika Mahkamah Agung (MA) resmi menolak kasasi vonis hukuman mati atas kasus pemerkosaan yang ia lakukan terhadap 13 santri di Bandung, Jawa Barat.
Akibatnya, kini Herry Wirawan tetap divonis mati sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Bandung.
Awal mula bau busuk terbongkarnya kasus Herry Wirawan ini berawal ketika salah satu korban santri di tempatnya pulang ke rumah untuk lebaran Idul Fitri 2021.
Ketika pulang, orangtua kaget lantaran anaknya pulang dalam kondisi hamil. Apalagi, anaknya masih remaja dan belajar di pesantren Herry Wirawan.
Lantas, orang tua korban Hery Wirawan itu lapor ke Polda Jawa Barat serta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut.
Dari situ, kedok pemerkosa santri ini terungkap.
Baca Juga: Mahkamah Agung Tolak Kasasi, Pemerkosa 13 Santriwati Herry Wirawan Tetap Dihukum Mati
Polisi lantas melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga terungkap bahwa korban diperkosa oleh Herry Wirawan.
Namun, korban pemerkosaan Herry Wirawan ternyata bukan hanya satu. Ada 13 santri lain jadi korban pemerkosaan Herry Wirawan.
Total dari 13 santri yang diperkosa Hery, lahir 9 bayi dari 8 korban. Rentang usia korban pemerkosaan adalah 14-20 tahun.
Paling terakhir korban pemerkosaan Herry Wirawan masih berusia belia, yakni 14 tahun.
Aksi pemerkosaan terhadap santri itu juga sudah dilakukan sejak 2016 atau 5 tahun sebelum kasus ini terbongkar.
"Jadi ada anak yang melahirkan dua kali. Rentang usia korban 14-20 tahun, yang terakhir melahirkan itu usia korbannya 14 tahun," kata Ketua P2TP2A Garut Diah Kurniasari Gunawan 9 Desember 2021 dilansir kompas.com.
Adapan Harry melancarkan aksi bejatnya di sejumlah lokasi seperti ruang yayasan, hotel, hingga apartemen.
Korban diimingi sekolah gratis jadi polisi wanita (polwan), hingga dibiayai kuliah
Baca Juga: Kata Kemenag soal Kasasi Vonis Mati Herry Wirawan Ditolak MA: Ini Bisa Beri Efek Jera
Di meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Herry Wirawan mengakui tindakan biadabnya, memerkosa 13 santriwati. Herry pun meminta maaf atas perbuatannya.
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Herry dijatuhi hukuman mati dan kebiri kimia.
Tapi, Majelis Hakim PN Bandung lebih rendah dari tuntutan jaksa. Persidangan yang digelar Selasa (15/2/2022) menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap Herry.
Alasan hakim, Herry sudah mengakui perbuatannya. Selain itu, hakim juga mempertimbangkan bahwa hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).
Lantas, ersebut, JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Gugatan itu dikabulkan, Herry pun dijatuhi hukuman mati.
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," demikian putusan PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro berdasarkan dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).
Tak hanya itu, Herry juga dibebankan uang ganti rugi atau restitusi kepada terdakwa. Herry diwajibkan membayar restitusi ke 13 korbannya. Nominalnya beragam.
Namun, jika diakumulasikan, total biaya restitusi yang harus dibayarkan Herry mencapai Rp 300 juta.
Dalam putusan itu, Herry tetap dihukum sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76 D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.