Mengenai potensi konflik, Hasyim menyebut, pemilu merupakan arena konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasaan.
“Kalau pandangan saya, yang namanya pemilu, pilkada itu adalah arena konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasan atau mempertahankan kekuasan, yang harus kita sadari itu dulu.”
“Yang tidak boleh dilakukan adalah menggunakan kekerasan dalam pemilu, baik fisik maupun verbal,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengkhawatirkan, isu penundaan pemilihan umum (pemilu), yang menurutnya belum selesai.
Burhanuddin mengatakan, secara pribadi dirinya tidak khawatir pada hari H Pemilu 2024, tetapi kekhawatirannya justru menjelang pemilu.
Setidaknya, kata dia, ada dua gejala yang dikhawatirkannya. Salah satunya adalah upaya penundaan pemilu.
“Pertama adalah upaya untuk menunda pemilu, terutama oleh sebagian elite, karena mereka yang menolak penundaan pemilu itu terlalu besar, yakni 81 persen,” tuturnya.
Baca Juga: Tanggapi Rumor Dugaan Manipulasi Verifikasi Partai Politik, Ketua KPU: Sudah Ada Aturannya
Artinya, kata dia, misalnya ada sebagian elite yang memaksakan penundaan pemilu, itu akan bertentangan, akan berbeda kepentingan dengan 81 persen publik.
“Ada Ketua MPR, ada Ketua DPD, itu secara terbuka membuka opsi itu, dan sebelumnya ada preseden beberapa menteri Presiden Jokowi,” ucapnya.
“Ada beberapa ketua umum partai pendukung pemerintah yang secara terbuka mengatakan penundaan pemilu. Jadi, agenda penundan pemilu ini belum selesai dikerjakan.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.