JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja yang menuai polemik di masyarakat.
Menurutnya, kritik yang muncul terkait penerbitan Perppu tersebut, dikarenakan banyak yang tidak memahami mengenai putusan Mahkamah Konstitusi soal Undang-undang Cipta Kerja.
Di sisi lain, mereka yang mengkritik, kata dia, belum membaca dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja secara keseluruhan.
"Banyak yang, pertama, tidak paham putusan Mahkamah Konstitusi itu seperti apa. Yang kedua belum baca isinya sudah berkomentar," kata Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Meski demikian, Menko Polhukam ini tak mempermasalahkan jika sejumlah pihak mengkritik Perppu Cipta Kerja.
Dia pun kemudian mempersilakan masyarakat jika ada yang mempersoalkan isi Perppu Cipta Kerja.
Namun, Mahfud berujar perppu tersebut sudah sah secara prosedural menggantikan Undang-undang Cipta Kerja.
Dia pun menjelaskan, sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Menurut Mahfud, MK meminta perbaikan soal omnibus masuk sebagai produk hukum.
Baca Juga: Kritik Penerbitan Perppu Cipta Kerja, Pakar: Ini Akal-akalan pada Hukum Tata Negara
"Maksud bersyarat nya apa? Berlaku dulu, tetapi selama 2 tahun diperbaiki. Diperbaiki berdasar apa? Berdasar hukum acara di mana di situ harus ada 'cantelan' bahwa 'Omnibus Law' itu masuk di dalam tata hukum kita," ujarnya.
"Maka kita perbaiki undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dimana di situ disebut bahwa 'omnibus law' itu bagian dari proses pembentukan undang-undang. Nah sesudah itu diselesaikan, undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) itu sudah diubah dijadikan undang-undang dan diuji ke MK sudah sah."
Dengan sudah terbitnya peraturan mengenai pembentukan undang-undang menggunakan metode omnibus maka pemerintah, kata Mahfud, tinggal menerbitkan perppu.
Mahfud kemudian mengingatkan bahwa perbaikan dengan perppu sama derajat nya dengan perbaikan melalui undang-undang.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa pertimbangan dikeluarkannya Perppu tersebut adalah karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
"Ada istilah hak subjektif presiden itu di dalam tata hukum kita bahwa alasan kegentingan itu adalah hak subjektif presiden. Tidak ada yang membantah sekali satu pun ahli hukum tata negara bahwa itu iya membuat perppu itu alasan kegentingan itu berdasar penilaian presiden aja," tutur Mahfud.
Sementara bagi yang mempermasalahkan isi Perppu Ciptaker dapat melakukan dua langkah.
"Tinggal nanti akan ada 'political review' di DPR masa sidang berikutnya lalu 'judicial reviewnya' kalau ada yang mempersoalkan ke MK, kan gitu saja," imbuhnya.
Baca Juga: AHY Kritik Perppu Cipta Kerja yang Diterbitkan Jokowi: Hukum Dibuat untuk Kepentingan Elite
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.