"Maksud bersyarat nya apa? Berlaku dulu, tetapi selama 2 tahun diperbaiki. Diperbaiki berdasar apa? Berdasar hukum acara di mana di situ harus ada 'cantelan' bahwa 'Omnibus Law' itu masuk di dalam tata hukum kita," ujarnya.
"Maka kita perbaiki undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dimana di situ disebut bahwa 'omnibus law' itu bagian dari proses pembentukan undang-undang. Nah sesudah itu diselesaikan, undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) itu sudah diubah dijadikan undang-undang dan diuji ke MK sudah sah."
Dengan sudah terbitnya peraturan mengenai pembentukan undang-undang menggunakan metode omnibus maka pemerintah, kata Mahfud, tinggal menerbitkan perppu.
Mahfud kemudian mengingatkan bahwa perbaikan dengan perppu sama derajat nya dengan perbaikan melalui undang-undang.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa pertimbangan dikeluarkannya Perppu tersebut adalah karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
"Ada istilah hak subjektif presiden itu di dalam tata hukum kita bahwa alasan kegentingan itu adalah hak subjektif presiden. Tidak ada yang membantah sekali satu pun ahli hukum tata negara bahwa itu iya membuat perppu itu alasan kegentingan itu berdasar penilaian presiden aja," tutur Mahfud.
Sementara bagi yang mempermasalahkan isi Perppu Ciptaker dapat melakukan dua langkah.
"Tinggal nanti akan ada 'political review' di DPR masa sidang berikutnya lalu 'judicial reviewnya' kalau ada yang mempersoalkan ke MK, kan gitu saja," imbuhnya.
Baca Juga: AHY Kritik Perppu Cipta Kerja yang Diterbitkan Jokowi: Hukum Dibuat untuk Kepentingan Elite
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.