JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan narapidana kasus terorisme (napiter) Bom Bali I, Hisyam alias Umar Patek, baru saja bebas bersyarat pada Rabu (7/12/2022). Pembebasan diberikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Selama masa bebas bersyarat itu, Umar Patek wajib mengikuti program bimbingan di Badan Pemasyarakatan (Bapas) Surabaya hingga 29 April 2030.
Menanggapi pembebasan bersyarat itu, Perdana Menteri Australia Richard Marles mengatakan bahwa hal tersebut akan menjadi hari yang sulit bagi banyak warga Australia.
"Saya kira, ini akan menjadi hari yang sangat sulit bagi banyak warga Australia mendengar tentang pembebasan Umar Patek," ujarnya kepada radio ABC, Kamis (8/12).
"Saat ini saya khususnya memikirkan keluarga dari korban yang terbunuh dan terluka akibat bom Bali," imbuhnya.
Ia pun mengaku akan terus menghubungi pihak berwenang Indonesia untuk memastikan Patek terus diawasi.
Pada Agustus 2022, Umar Patek dinyatakan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat karena berperilaku baik di penjara.
Baca Juga: Kepala BNPT Boy Rafli Yakin Umar Patek akan Jadi Warga yang Baik setelah Bebas dari Penjara
Umar Patek merupakan mantan anggota kelompok militan Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan jaringan teroris Al Qaeda.
Laki-laki yang lahir pada 1970 ini merupakan satu dari sejumlah orang yang terlibat dalam peristiwa Bom Bali I pada 2002. Ia bahkan sempat menjadi buronan terorisme paling di cari, salah satunya oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Melansir dari Harian Kompas, 8 Oktober 2005, pemerintah AS bahkan menjanjikan imbalan sebesar 1 juta dollar AS bagi siapa saja yang bisa memberi informasi keberadaan Umar Patek.
Pada saat itu, Kedutaan Besar AS di Filipina dan militer Filipina melaporkan bahwa Umar Patek bersembunyi di Mindanao, Filipina selatan, setelah melarikan diri dari Indonesia.
Umar Patek kemudian bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Khaddafy Janjalani yang dikenal sebagai kelompok terkait dengan Al Qaeda di Filipina.
Umar Patek ditangkap di Pakistan pada tahun 2011 bersama istrinya, Rukiyah alias Siti Zahra, warga negara Filipina. Harian Kompas, 13 Agustus 2011, melaporkan pemerintah Pakistan mendeportasi Patek dan istrinya karena melanggar keimigrasian.
Kemudian, Umar Patek ditahan di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok. Polisi juga menahan istri Patek di rumah tahanan tersebut dalam sel terpisah.
Pihak kepolisian menetapkan Rukiyah sebagai tersangka terkait dugaan pemalsuan paspor yang dia pakai untuk masuk ke Pakistan bersama Patek.
Kepada polisi, Umar Patek pun mengakui keterlibatannya dalam aksi terorisme bom Bali 1 dan bom malam Natal pada 2001. Patek juga mengaku pada 2009 bekerja sama dengan Dulmatin, gembong teroris yang akhirnya tewas.
Baca Juga: Umar Patek Bebas Bersyarat Berdasar Rekomendasi BNPT dan Densus 88
Selain pengakuan Patek, polisi juga telah mengantongi bukti-bukti kuat terkait dengan keterlibatannya dalam sejumlah aksi terorisme di Indonesia. Sehingga, Patek pun dijadikan tersangka dalam kasus bom malam Natal dan bom Bali 1 yang menewaskan 202 orang.
Umar patek didakwa merakit bom dalam aksi peledakan bom Bali 1. Dalam dakwaan, jaksa menyebut, Umar Patek memutuskan tinggal di rumah kontrakan Dulmatin di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Jaksa penuntut umum menyebut, Dulmatin meminta Umar Patek ke Denpasar, Bali untuk membuat atau mencampur sejumlah bahan peledak dengan berat total 700 kilogram.
Bahan peledak tersebut digunakan untuk meledakkan beberapa tempat di Denpasar, di antaranya Konsulat Amerika Serikat di Renon, Sari Club, dan Paddy’s Pub di Legian, Kuta, Bali.
Dilansir dari Harian Kompas, 22 Juni 2012, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis 20 tahun penjara potong masa tahanan kepada Umar Patek. Menurut majelis hakim, Umar Patek terbukti terlibat jaringan terorisme dan bersalah melanggar enam dakwaan jaksa penuntut umum.
Kakanwil Kemenkumham Jawa Timur (Jatim), Zaeroji, mengungkapkan bahwa Umar Patek berperan signifikan dalam program deradikalisasi.
"Saya rasa, peran ustaz Umar dalam program deradikalisasi cukup signifikan," kata Zaeroji pada 17 Mei 2022 dilansir dari situs Kemenkumham Jatim.
Dia menjabarkan, bahwa Lapas Surabaya menjadi salah satu lapas yang program deradikalisasinya berhasil. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kali napiter berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ia menyebut setidaknya ada tujuh napiter yang menyatakan setia kepada NKRI. Salah satu kuncinya, lanjut Zaeroji, adalah pengaruh dari para 'senior' napiter.
Oleh karena itu, dia berharap dukungan untuk membimbing para napiter ini terus ada. Sehingga, akan semakin membantu negara dalam upaya deradikalisasi.
"Kami mohon doa dan tolong teman-teman napiter dibimbing agar kembali ke NKRI," lanjutnya.
Di sisi lain, Umar Patek menjelaskan bahwa sejak menyatakan kembali ke pangkuan ibu pertiwi, dirinya selalu berkomitmen untuk pro aktif dalam program-program deradikalisasi. Baik program yang diselenggarakan pihak lapas, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) maupun lembaga lain.
"Selama delapan tahun ini kami aktif dalam program deradikalisasi," kata Umar Patek, 17 Mei 2022.
Baca Juga: Umar Patek Terpidana Kasus Bom Bali 1 Bebas Bersyarat, Wajib Ikut Bimbingan hingga 2030
Ia menegaskan bahwa komitmen untuk menyukseskan program deradikalisasi itu tidak pernah sekali pun luntur. Ketika direncanakan bisa bebas melalui pembabasan bersyarat pada Agustus 2022, ia mengaku akan mengoptimalkan sisa waktunya di lapas untuk memastikan kembali rekan-rekannya bisa kembali ke NKRI.
"Setelah bebas pun, saya siap diminta lapas untuk membantu proses deradikalisasi," tutur pria asal Pemalang, Jatim itu.
Kepala Lapas I Surabaya, Jalu Yuswa Panjang, menyebut Umar telah menerima remisi sebanyak sepuluh kali sejak 2015. Umar pun memperoleh total pemotongan masa tahanan sebanyak 1 tahun 11 bulan.
Sejak 2018, Umar telah mendapatkan empat kali remisi umum kemerdekaan RI. "Jika terus berkelakukan baik dan aktif mengikuti pembinaan, maka yang bersangkutan bisa mendapatkan remisi maksimal enam bulan," terang Jalu.
Jalu menerangkan, remisi Umar akan membuat masa 2/3 pidananya menjadi ter tanggal 14 Juli 2022. Dengan begitu, pihak lapas bisa mengajukan revisi SK pembebasan bersyarat yang awalnya jatuh pada 14 Januari 2023 menjadi 6 Desember 2022.
"Jadi kemungkinan beberapa hari setelah menerima remisi umum, Umar sudah bisa mengikuti program integrasi pembebasan bersyarat," jelasnya.
Ia mengatakan, Umar tetap berada dalam pemantauan balai pemasyarakatan. Selama program integrasi, Umar harus tetap berbuat baik agar hak pembebasan bersyaratnya tidak dicabut.
"Saya rasa akan baik kalau Umar mau tetap aktif dalam program deradikalisasi, kami akan tetap membuka pintu untuknya, namun tentunya dengan peran yang sedikit berbeda," ucap Jalu.
Sumber : Kompas TV/berbagai sumber
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.