JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menginginkan Indonesia bisa berdikari bidang alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan pertahanan.
Hal itu diungkapkan Prabowo usai menghadiri Indo Aerospace 2022 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (4/11/2022).
"Kita menuju ke kemampuan, kita harus berdiri di atas kaki kita sendiri. Kita belajar sekarang, kita ambil teknologi mereka, tapi kita wajibkan harus ada transfer of technology," kata Prabowo dikutip dari Kompas.com.
"Dan harus ada sebagian local content, harus mereka kerja sama dengan industri kita, itu ketentuan kita," imbuh dia.
Pada APBN tahun 2023, Menteri Pertahanan mendapatkan anggaran sebesar Rp134 triliun. Sebagian dari dana tersebut akan digunakan untuk meremajakan atau modernisasi alutsista yang dimiliki militer Indonesia.
Terkait jumlah anggaran tersebut, Muradi, Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran mengatakan, angka tersebut tidak besar karena tidak sampai 1 persen dari GDP Indonesia.
"Kalau ukurannya anggaran pertahanan dari persentase porsi GDP, ya memang masih kecil. Jadi jangan melihatnya seolah-olah ini besar," kata Muradi dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Jumat (4/11).
"Kita menyebut anggaran Rp45 triliun, itu untuk beli satu skuadron Rafale saja cukup. Atau misalnya untuk pengadaan 500 medium light tank yang kita buat, juga belum cukup dengan angka segitu."
Baca Juga: Menhan Prabowo Kukuhkan KRI Wahidin Sudirohusodo Karya Anak Bangsa, Berikut Selengkapnya!
"Jadi memang, saya kira kita harus bijak juga bahwa melihat agresivitas ini bukan semata-mata karena ada ancaman. Tapi lebih kepada memang usia uzur, mau tidak mau diganti yang lebih baru atau diremajakan," ucapnya.
Menurut Muradi, bagi negara yang tidak berperang atau dalam keadaan damai, setidaknya mempunyai anggaran pertahanan sebesar 2 persen dari GDP.
Sementara menurut Gunardi Ridwan, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), jumlah anggaran yang dimiliki oleh Menteri Pertahanan harus dimanfaatkan dengan baik.
Salah satunya adalah untuk meremajakan alutsista yang usianya sudah mulai uzur.
"Ya sebenarnya memang ekonomi dan militer ada hubungannya. Ketika kita memiliki militer yang kuat itu akan menghasilkan stabilitas nasional yang bagus dan ujungnya tentang kondisi ekonomi yang kondusif," kata Gunardi pada acara yang sama.
"Cuman memang tingginya alokasi anggaran di alutsista memang terlihat dari 2021 karena di tahun 2020 ke bawah sangat kecil. Bahkan di Asia menjadi salah satu yang terkecil padahal kekuatan militer Indonesia cukup besar, masuk 16 besar dari 140 negara."
"Peningkatan alokasi anggaran ini bisa direspon dengan baik. Apalagi kemarin sempat ada kondisi alutsista TNI bermasalah. Salah satunya KRI Nanggala 402 yang tenggelam, itu sudah 40 tahunan beroperasi."
"Meningkatnya anggaran ini tentu harus disambut baik dengan catatan. Dalam artian dengan alokasi yang sangat besar, ini harus dilihat akuntabilitas dan transparansinya," ujarnya.
Baca Juga: Sandiaga Uno Atur Waktu Pertemuan dengan Prabowo, Diakui untuk Bahas Pilpres 2024
Dari pihak pemerintah, Dahnil Anzar Simanjuntak, Juru Bicara Menteri Pertahanan menilai anggaran besar untuk alutsista ini penting dilakukan.
Meski dananya terbatas, tapi memang dibutuhkan untuk modernisasi alutsista milik TNI.
"Seperti tadi yang dijelaskan Prof. Muradi, kita mengalami yang disebut dengan dilema bujet. Di satu sisi kita memiliki kebutuhan yang sangat tinggi dalam hal modernisasi alutsista, perawatan dan pembaharuan," sambung Dahnil.
"Di sisi lain, kita mengalami bujet yang sangat terbatas. Kalau dibilang ini besar, dalam konteks belanja pertahanan, belanja ini relatif lebih kecil dengan negara-negara di Asia Tenggara saja. Misal di Singapura itu sudah hampir 22 persen dari total GDP mereka sedangkan kita masih 0,8 persen. Itu dari sisi anggaran ya," jelasnya.
"Apa yang harus kita prioritaskan? Kita fokus pada upgrade, perbaikan dan di sisi lain ada modernisasi untuk mengganti yang tua dengan yang baru," ujarnya.
Maka dari itu, lanjut Dahnil, Prabowo sebagai Menteri Pertahanan mendorong penganggaran selama 25 tahun karena belanja di sektor pertahanan merupakan investasi agar militer negara menjadi kuat.
"Itu sebabnya kenapa Menteri Pertahanan, Pak Prabowo Subianto, kemudian mendorong ada model penganggaran yang sempat kita bahas yaitu 25 tahun ke depan," lanjutnya.
"Karena belanja pertahanan ini bukan belanja dalam hal biaya karena harus dipahami sebagai investasi. Maka negara butuh jaminan agar pertahanan kita kuat, agar kita diganggu atau terganggu baik itu dari dalam atau dari luar," pungkas Dahnil.
Baca Juga: Jawaban Bambang Pacul soal Wacana Duet Prabowo-Puan untuk Pilpres 2024
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.