JAKARTA, KOMPAS.TV - Pihak keluarga korban membantah sejumlah klaim pihak Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) terkait kasus pemerkosaan dengan pelaku 4 aparatur sipil negara (ASN).
Pihak keluarga yang diwakili Tim Advokasi dan Komunikasi Publik Kasus Korban Perkosaan di Kemenkop UKM (TAKON Kemenkop) menyebut, klaim tersebut tak berdasarkan kebenaran alias bohong.
"Pertama, terkait ide pernikahan pelaku dengan korban, didorong oleh pihak kepolisian, bukan keluarga atau orang tua korban," ujar Koordinator TAKON Kemenkop Kustiah Hasim kepada Kompas TV, Selasa (25/10/2022).
Pernikahan itulah, lanjut Kustiah, yang akhirnya menjadi dasar penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polresta Bogor.
Sementara itu, lanjutnya, pihak keluarga korban tidak pernah mengetahui soal SP3 tersebut.
Selain itu, terkait pernyataan pengunduran diri korban dari pekerjaannya di Kemenkop UKM, Kustiah mengatakan, korban tidak pernah membuat surat tersebut.
Justru kakak korban menanyakan alasan adiknya tidak dipekerjakan lagi di Kemenkop UKM.
"Korban tidak pernah membuat surat (pengunduran diri) tersebut. Perusahaan tempat korban bekerja sekarang bahkan diminta dibuatkan slip gaji palsu korban untuk memuluskan skenario jahat pengunduran diri," ungkapnya.
Kustiah mengatakan, terkait surat permintaan keringanan pengenaan sanksi bagi pelaku yang diklaim dibuat orang tua korban, tidaklah benar.
Ia menegaskan bahwa orang tua korban mengaku tidak pernah membuat surat tersebut.
Justru, kata Kustiah, yang terjadi adalah sejumlah pejabat Kemenkop UKM justru melakukan intimidasi kepada keluarga korban.
Tak hanya itu, mereka juga meminta pelaku dibebaskan.
"Kakak korban menjelaskan, ayah korban tidak membuat surat (permintaan keringanan pengenaan sanksi) ke Sesmen. Jadi sejumlah pernyataan ini membantah klaim yang disampaikan pihak Kemenkop UKM," ujarnya.
Oleh karena itu, Kustiah menilai, pihak Kemenkop UKM mestinya menghentikan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan korban dan keluarga korban.
Sebab, pernyataan tersebut justru menunjukkan Kemenkop UKM seolah-olah tidak memiliki empati terhadap korban.
Selain itu, kementerian itu juga seakan tidak berupaya untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal terhadap pelaku.
Sebelumnya, Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman Hakim menceritakan kronologi pemerkosaan yang dialami ND dengan pelaku WH, ZP, MF, NN.
Dalam pernyataannya, Arif pun mengatakan, korban mengajukan surat pengunduran diri pada 3 Maret 2020.
Kemenkop UKM kemudian mengeklaim telah mencarikan pekerjaan untuk ND di tempat lain.
Arief juga mengatakan, ada upaya keluarga korban dan pelaku untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, hingga ZP dan ND pun menikah pada 13 Maret 2020.
"Setelah tercapai kesepakatan antara keluarga korban dan terduga pelaku untuk diselesaikan secara kekeluargaan, selanjutnya pihak Kepolisian menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan," jelas Arief dikutip dari WartaKota.
Arif melanjutkan, orang tua korban mengirimkan surat kepada Sekretaris Kemenkop UKM yang menyatakan telah menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Selain itu, Arief mengeklaim, keempat pelaku sudah dijatuhi sanksi berat.
Pelaku M dan N yang merupakan tenaga honorer langsung dipecat dari jabatannya.
Kemudian, F yang merupakan PNS golongan 2, dan Z yang merupakan CPNS, diturunkan golongannya.
"Untuk yang tenaga honorer langsung diputuskan kontraknya, kemudian untuk PNS dan CPNS waktu itu sudah dibentuk tim kemudian di proses pemeriksaan sampai dengan penjatuhan hukuman," ucapnya.
Sumber : Kompas TV/Wartakota
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.