JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara bakal meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bahkan perwira menengah yang saat ini sebagai Kabagada Dolog Polda Sumatera Barat akan mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC).
Permintaan itu berkaitan dengan kasus dugaan peredaran narkoba yang melibatkan dirinya dan mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.
Tak hanya AKBP Dody Prawiranegara, dua saksi kunci yang juga tersangka di kasus ini juga minta perlindungan ke LPSK, yakni Linda Pujiastuti dan Samsul Ma'rif.
Kuasa Hukum AKBP Dody, Adriel Viari Purba di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (22/10/2022), mengatakan, pihaknya akan mengirim surat ke LPSK pada Senin (24/10) besok.
"Kami akan mengajukan justice collaborator kalau LPSK pengajuan kami diterima," kata dia, dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (23/10).
Baca Juga: [Full] Pengacara AKBP Doddy: Teddy Minahasa Perintahkan Sisihkan Sabu Bonus Buat Anggota
Tak hanya Dody, kata Adriel, pihaknya juga bakal mengajukan perlidungan terhadap dua kliennya yang lain yang juga menjadi tersangka, yakni Linda Pujiastuti dan Samsul Ma'rif.
"Hari Senin kami akan bersurat ke LPSK untuk meminta perlindungan klien kami, satu AKBP Dody, dua ibu Linda Pujiastuti dan ketiga bapak Samsul Ma’rif," jelasnya.
Menurutnya, ketiga orang tersebut merupakan saksi kunci yang bisa mengungkap peran Irjen Teddy Minahasa di kasus peredaran narkoba.
"Karena 3 orang ini saksi kunci yang bisa mejelaskan secara gamblang gimana peran Pak TM karena langsung WA (WhatsApp) langsung," tuturnya.
Adriel juga merupakan kuasa hukum lima tersangka kasus narkoba lainnya yakni Linda Pujiastuti, Aiptu Janto Situmorang, Samsul Maarif, Kompol Karsanto, dan Nasir.
Adriel mengatakan adanya kejanggalan dalam kasus yang melibatkan AKBP Dody Prawiranegara.
Saat itu, Adriel mengatakan kliennya sudah tidak lagi menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi melainkan sebagai anggota Logistik Polda Sumatera Barat namun tetap diperintah untuk menjebak tersangka Linda.
"Kejanggalan, sangat janggal, sangat dibuat buat. Ini dugaan saya ya, sekali lagi ini semua penjelasan dari semua klien saya, saya sudah kroscek klien saya semua. Saya kan selalu mendampingi," ucapnya.
Di sisi lain, Adriel juga mempertanyakan soal uang Rp 20 miliar yang dikeluarkan oleh Teddy gara-gara informasi palsu dari tersangka Linda.
Sebelumnya, Eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa buka suara soal tuduhan dirinya sebagai pengedar narkoba.
Hal itu disampaikan melalui keterangan tertulis kepada awak media.
Kuasa Hukumnya, Henry Yosodiningrat pun membenarkan soal keterangan tertulis tersebut. Dia membenarkan Irjen Teddy Minahasa yang membuat keterangan tersebut.
Awalnya, Irjen Teddy Minahasa mengungkapkan bahwa Polres Kota Bukittinggi mengungkap kasus narkoba sebesar 41,4 kg pada April-Mei 2022 lalu. Kemudian, barang bukti dilakukan pemusnahan pada 14 Juni 2022.
"Dan pada proses pemusnahan barang bukti ini, Kapolres Kota Bukittinggi beserta orang dekatnya melakukan penyisihan barang bukti narkoba tersebut sebesar 1 persen untuk kepentingan dinas," kata Irjen Teddy dalam keterangannya seperti dilihat Tribunnews, Selasa (18/10).
Selanjutnya, Eks Kapolres Kota Bukittinggi itu dimutasi ke Biro Logistik Polda Sumatera Barat pada tanggal 20 Oktober 2022. Hal ini pun membuat kekecewaan karena seharusnya Eks Kapolres itu bakal naik pangkat.
Di sisi lain, Irjen Teddy yang saat itu menjabat Kapolda Sumatera Barat dianggap memberikan perintah kepada Kapolres untuk menyisihkan barang bukti.
"Saya sebagai Kapolda disebut telah memberikan perintah penyisihan barang bukti narkoba tersebut," ungkapnya.
Baca Juga: Pengacara AKBP Doddy: Ada Dugaan Rekayasa Kasus dari Teddy Minahasa
Teddy Minahasa pun kembali ke belakang saat dirinya mengenal salah satu wanita yang kini juga ditetapkan tersangka yaitu Anita alias Linda pada 23 Juni 2022 lalu.
Linda, kata Teddy, pernah menipu dirinya soal informasi penyeludupan narkoba sebesar 2 ton melakui jalur laut. Saat itu, dia mengaku telah rugi Rp20 miliar akibat biaya operasi ke Laut China Selatan dari kantong pribadi.
"Saya rugi hampir Rp 20 M untuk biaya operasi penangkapan di Laut China Selatan dan sepanjang Selat Malaka dari kantong pribadi," jelasnya.
Sumber : Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.