JAKARTA, KOMPAS.TV - Irjen Teddy Minahasa tengah menjadi sorotan seusai terjerat kasus jual beli barang bukti narkoba berjenis sabu.
Jauh sebelum kasus Narkoba ini mencuat, sosok Teddy rupanya cukup dikenal Presiden Joko Widodo atau Jokowi, utamanya saat Kepala Negara ini masih menjadi calon presiden (capres) pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu.
Pasalnya, kala itu, Teddy yang masih berpangkat Komisaris Besar Polisi bertugas sebagai koordinator pengamanannya. Adapun tim pengamanan Jokowi yang dipimpin Teddy terdiri dari 42 personel polisi.
Dikutip dari Kompas.com, rupanya Jokowi sempat merasa tidak nyaman dengan gaya pengamanan Teddy waktu itu yang dinilai lebih ketat.
Di mana jika sebelumnya pengawal Jokowi kerap berjalan di belakang, namun pada saat tim pengamanan dikoordinatori Teddy, mereka kerap berada di depan ketika mengawal Jokowi.
Selain itu, pengamanan yang dilakukan oleh Teddy tak jarang melakukan tindakan arogan dan represif.
Teddy dan personelnya tak jarang mendorong, memukul, dan membentak warga yang berebutan salaman atau berfoto bersama saat Jokowi blusukan. Hal itu tak hanya menimpa masyarakat, tetapi juga wartawan.
Apa yang dilakukan regu pengamanan itu, dinilai terlalu berlebihan dan membuat Jokowi merasa tidak nyaman.
"Antara nyaman ndak nyaman sih," ujar Jokowi di Rumah Transisi, Jalan Situbondo 10, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 4 Agustus 2014 silam, sebelum disumpah sebagai presiden.
Dia menilai, pengawalan yang terlalu ketat tidak disukai masyarakat.
"Kalau terlalu ketat, masyarakat banyak yang komplain. Saya endak mau seperti itu," imbuh Jokowi.
Baca Juga: Pakar Hukum: Jualan Barbuk seperti Irjen Teddy Minahasa Modus Lama, sang Jenderal Layak Dihukum Mati
Jokowi sedianya telah memberitahukan pengawalnya untuk tidak menjaga dia berlebihan, apalagi saat tengah blusukan. Namun, ia mengaku hal itu kadang tidak berhasil.
Akhirnya, seusai Jokowi diumumkan sebagai pemenang Pilpres 2014 oleh KPU, ia pun mengganti Teddy sebagai koordinator tim pengamanannya.
Hal ini dilakukan Jokowi agar dapat selalu dekat dan mendengar suara rakyat.
"Saya hanya ingin tetap bisa mendengar rakyat, bisa salaman dengan rakyat. Itu saja," ucap Jokowi kala itu.
Diberitakan sebelumnya, Teddy Minahasa telah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba.
Menurut Dirnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa, Teddy ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi melakukan gelar perkara kasus tersebut.
Keterlibatan Teddy dalam jaringan gelap narkoba ini terungkap setelah tim dari Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya menangkap sejumlah warga sipil serta tiga anggota polri yang berpangkat Bripka, Kompol, dan AKBP. Adapun Polri berpangkat AKBP ini merupakan mantan Kapolres Bukittinggi berinisial D.
Dalam kasus ini, Mukti menyebut, Teddy Minahasa menjadi pengendali penjualan barang bukti (BB) sabu seberat 5 kg.
Dia menuturkan dari 5 kg sabu tersebut 3,3 kg sudah diamankan pihak kepolisian
"Dan 1,7 kg sabu sudah dijual dan diedarkan di Kampung Bahari," jelasnya, Jumat (14/10) malam.
Sebagai informasi, Teddy sebelumnya telah ditunjuk untuk menjadi Kapolda Jawa Timur, menggantikan Irjen Nico Afinta.
Namun karena terjerat kasus narkoba, Kapolri Jenderal Listy Sigit Prabowo pun telah membatalkan penunjukan Irjen Teddy Minahasa sebagai Kapolda Jawa Timur dan menunjuk Irjen Toni Hermanto untuk menduduki jabatan tersebut.
Baca Juga: Kompolnas Sebut Irjen Teddy Minahasa Terancam Dipecat, Sorot Penanganan Barbuk Narkoba di Kepolisian
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.