JAKARTA, KOMPAS.TV - Polri merespons Tim Independepen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan yang meminta penggunaan gas air mata dalam pertandingan sepak bola dihentikan.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya tidak akan menggunakan gas air mata lagi dalam pengamanan pertandingan.
Tidak digunakannya lagi gas air mata dalam pengamanan pertandingan, menurut Dedi, sebagai upaya perbaikan regulasi keselamatan dan keamanan.
“Ke depannya, untuk pengamanan, kami lebih mengedepankan steward," katanya kepada wartawan di Terminal 3, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (15/10/2022).
"Untuk penggunaan gas air mata, kemudian peralatan-peralatan pengendalian massa, dan peralatan-peralatan yang dapat memprovokasi massa di stadion, itu tentunya tidak digunakan kembali,” sambungnya.
Dalam laporannya yang dirilis Jumat (14/10/2022), TGIPF merekomendasikan kepada Polri untuk "Menghentikan penggunaan gas air mata pada setiap pertandingan sepak bola yang ditangani oleh PSSI."
Sebagai informasi, TGIPF menemukan, gas air mata sebagai pemicu suporter berhamburan dan berdesak-desakan yang mengakibatkan 712 korban, di mana 132 orang meninggal dunia, termasuk anak-anak dan perempuan.
Baca Juga: TGIPF Tragedi Kanjuruhan Sarankan Ketum PSSI Mundur, Menpora: Nanti Dibicarakan dengan FIFA
Baca Juga: Ketua TGIPF Mahfud MD Sebut Kematian Massal Tragedi Kanjuruhan karena Setelah Ada Gas Air Mata
Dedi juga menegaskan komitmen Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menuntaskan kasus Tragedi Kanjuruhan dengan segera.
Selain itu, pihaknya juga melakukan perbaikan-perbaikan terkait regulasi keselamatan dan keamanan. Proses itu, katanya, sudah berlangsung.
"Ini sudah diproses," ujar Dedi.
Terkait perbaikan regulasi, Dedi mengungkapkan, pihaknya akan mengacu kepada regulasi keselamatan dan keamanan yang sudah dikeluarkan sesuai dengan statuta FIFA.
"Lembaga Polri sudah membuat suatu regulasi bagaimana keselamatan dan keamanan menjadi hal yang paling mutlak di dalam pengamanan setiap pertandingan," ujarnya.
Polri, kata dia, telah mengatur regulasi keamanan, mulai dari pertandingan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, nasional, bahkan internasional.
"Mulai dari pertandingan tingkat desa pun sudah kami atur. Kemudian, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, sampai tingkat nasional, bahkan sampai tingkat internasional, semua standar pengamanannya sama," kata Dedi.
Dedi menegaskan, keselamatan dan keamanan menjadi prioritas yang utama.
"Baik kepada penonton, kemudian kepada pemain, ofisial, termasuk perangkat pertandingan, dan aparat keamanannya itu sendiri," katanya.
Sementara itu, dalam laporannya, TGIPF menilai tidak adanya sinkronisasi antara regulasi keamanan FIFA (FIFA Stadium Safety and Security Regulations) dan peraturan Kapolri dalam penanganan pertandingan sepak bola.
TGIPF juga menemukan pelanggaran yang dilakukan aparat keamanan berupa penembakan gas air mata ke tribune penonton. Penembakan juga diketahui terjadi di luar stadion.
Oleh karena itu, TGIPF meminta Polri dan TNI untuk segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap aparat Polri dan TNI serta pihak-pihak yang melakukan tindakan berlebihan pada kerusuhan pascapertandingan Arema vs Persebaya tanggal 1 Oktober 2022, seperti yang menyediakan gas air mata, menembakkan gas air mata ke arah penonton (tribun) yang diduga dilakukan di luar komando.
TGIPF juga meminta Polri dan TNI melanjutkan proses penanganan anggota yang terlibat tindak pidana akibat melakukan tembakan gas air mata, termasuk penyelidikan terhadap suporter.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.