Di sisi lain, situasi dan kondisi kejadian juga bisa membuat seseorang terdesak melakukan upaya pelumpuhan.
Pelumpuhan ini dapat berakibat sesorang meninggal atau tidak meninggal.
"Kita perlu menunggu juga hasil autopsi tim khusus dan penyidik bisa menanyakan ke ahli apakah tembakan tersebut emosional atau tidak," ujar Ito Sumardi.
Baca Juga: Kontras: Ada 7 Kejanggalan Kasus Baku Tembak di Rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo
Seperti diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, Kasus baku tembak anggota Propam, Bharada E dan Brigadir J terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri terjadi pada Jumat malam (8/7).
Berdasarkan keterangan saksi maupun olah tempat kejadian perkara (TKP), Bharada E melepaskan lima peluru atau proyektil. Sedangkan Brigadir J menembakkan tujuh proyektil.
Atas kejadian tersebut, Brigadir J meninggal dunia dengan tujuh luka tembak di tubuhnya.
Kasus baku tembak antar anggota polisi ini berawal dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Kadiv Propam Ferdy Sambo di dalam kamar dengan menodongkan senjata.
Baca Juga: Trimedya soal Brigadir J Tewas di Rumah Kadiv Propam: Jangan Sampai Orang Meninggal Difitnah
Istri Kadiv Propam berteriak hingga membuat Brigadir J panik dan keluar dari kamar. Angggota polisi Bharada E yang sedang berada di bagian rumah lantai atas pun mencari tahu soal suara teriakan itu.
"Setelah dengar teriakan itu, Bharada E itu dari atas, masih di atas itu bertanya ‘Ada apa bang?’ Tapi langsung disambut dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J," ujar Kabiro Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan saat jumpa pers di Mabes Polri, Senin (11/7).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.