JAKARTA, KOMPAS. TV – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyoroti proses pengusutan kasus penembakan terhadap Brigadir Nopryansyah Yosua di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri, Irjen Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Kontras membandingkan sejumlah kejanggalan dalam insiden penembakan Brigadir Nopryansyah tersebut dengan penembakan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI), Desember 2020 lalu.
“Bukan kali pertama, upaya Kepolisian dalam menyembunyikan fakta juga terjadi pada kasus terdahulu, seperti halnya penembakan terhadap 6 laskar Front Pembela Islam (FPI),” demikian keterangan pers Badan Pekerja Kontras, Kamis (14/7/2022).
Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Ananda menyatakan pada persidangan kasus laskar FPI, terbukti bahwa sejumlah warga sekitar diduga mengalami intimidasi oleh aparat untuk tidak merekam peristiwa dan bahkan diminta untuk menghapus file rekaman atas peristiwa penangkapan yang terjadi.
Baca Juga: Setelah Brigadir J Tewas Ditembak: Keluarga Syok, Kesehatan Ibunya Menurun dan Pamannya Meninggal
Selain itu, dalam kasus Alm Hermanto yang ditangani Kontras, pihak Kepolisian juga terkesan menutupi kasus dengan menghalangi jenazah yang meninggal untuk dilihat oleh pihak keluarga.
Menurut Rivanlee, untuk lari dari pertanggungjawaban pidana pun anggota Kepolisian berdalih bahwa tindakan diambil merupakan langkah terukur terhadap pelaku kriminal.
“Padahal dalam peristiwa ini, kami justru menemukan adanya dugaan rekayasa kasus dan fakta,” tukasnya.
Baca Juga: Komnas HAM Panggil Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan Istri Terkait Tewasnya Brigadir J
Menurut Kontras terdapat berbagai kejanggalan yang mewarnai proses pengusutan kasus penembakan Brigadir Nopryansyah.
“Dari beberapa kronologis yang disampaikan Polri, terdapat beberapa kejanggalan yang sifatnya tak masuk akal,” kata Rivanlee.
Dia menyebut sejumlah kejanggalan tersebut antara lain. Pertama, terdapat dispairitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari.
Seperti diketahui insiden terbunuhnya Brigadir Nopryansyah terjadia pada Jumat 8 Juli 2022. Pihak kepolisian menggelar konfrensi pers untuk menjelaskan kasus tersebut pada Senin 11 Juli 2022.
Menurut Kontras, kejanggalan lain adalah kronologis yang berubah-ubah yang disampaikan pihak kepolisian. Selain itu ditemukan luka sayatan di bagian muka pada jenazah Brigadir Nopryansyah. Sebelumnya polisi menjelaskan bahwa korban meninggal karena tembakan.
Keluarga, kata Rivanlee, juga sempat dilarang melihat kondisi jenazah Brigadir Nopryansyah. Kejanggalan berikutnya adalah CCTV yang dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi.
Baca Juga: Momen Kapolda Jambi Temui Keluarga Brigadir J yang Tewas Ditembak Bharada E
Kejanggalan lain adalah keterangan dari Ketua RT yang menyebutkan tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses olah TKP.
“Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J,” paparnya.
Apalagi, kata Rivanlee, keberadaan Kadiv Propam saat peristiwa terjadi pun tidak jelas.
“Belum lagi, keterangan mengenai luka tembak antara keterangan Polri dengan keluarga memiliki perbedaan yang signifikan,” ungkapnya.
Kontras menyatakan pihak keluarga mengatakan ada empat luka tembak pada tubuh Brigadir J, yakni dua luka di dada, satu luka tembak di tangan, dan satu luka tembak lainnya di bagian leher.
Selain itu, mereka juga mengatakan terdapat luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki.
“Hal ini berlainan dengan keterangan Kepolisian yang menyebutkan bahwa terdapat tujuh luka dari lima tembakan,” demikian ujar Rivanlee.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.