Kompas TV nasional sapa indonesia

Penggunaan MyPertamina untuk Beli Pertalite, YLKI Nilai Bentuk lain Kenaikan Harga BBM

Kompas.tv - 28 Juni 2022, 20:02 WIB
penggunaan-mypertamina-untuk-beli-pertalite-ylki-nilai-bentuk-lain-kenaikan-harga-bbm
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi (kiri) menilai keharusan menggunakan aplikasi MyPertamina untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi dinilai merupakan bentuk lain kenaikan harga BBM. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV – Keharusan menggunakan aplikasi MyPertamina untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi dinilai merupakan bentuk lain kenaikan harga BBM.

Penjelasan itu disampaikan oleh Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, dalam dialog Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (28/6/2022).

Tulus mengatakan, sebenarnya jika merujuk pada bench marking internasional dan juga efektivitas dari upaya mengurangi beban subsidi, yang paling realistis adalah kebijakan harga.

Karena, menurut dia di seluruh dunia tidak ada menjual BBM dengan dua harga seperti terjadi di Indonesia.

Baca Juga: Beli Pertalite Pakai My Pertamina, Begini lho Caranya

“Karena itu sangat menyulitkan operasional, pengawasan, dan sebagainya.”

“Kan pemerintah telah mengunci bahwa tidak ada kenaikan harga. Padahal ini kalau kita telisik dengan mendalam, ini (penggunaan MyPertamina) sebenarnya juga merupakan kenaikan harga,” tuturnya.

Ia memisalkan, pengguna sepeda motor atau mobil yang sebelumnya menggunakan Pertalite sebagai bahan bakar, tapi kemudian harus menggunakan Pertamax karena kebijakan jenis kendaraan yang bisa membeli Pertalite.

“Biasanya pakai Pertalite dan nanti harus memakai Pertamax, itu kan kenaikannya Rp5.500 per liter. Itu sangat signifikan.”

Saat pembawa acara, Aiman Witjaksono menanyakan, apakah sebaiknya harga Pertalite dinaikkan, Tulus menjawab, jika tidak ada pilihan lain memang sebaiknya begitu.

“Saya kira kalau pemerintah sudah tidak mampu dengan pemberian subsidi BBM yang sekarang sudah mencapai lebih dari Rp500 triliun, ya tidak ada pilihan,” ucapnya.

Menanggapi usulan itu, Anggota Dewan Energi Nasional, Satya Widy Yudha, mengatakan, jika berbicara tentang BBM, yang merupakan esensi dari kebutuhan masyarakat, harusnya merujuk pada Pasal 33.

Menurutnya, intervensi pemerintah dibutuhkan dalam permasalahan BBM, sehingga tidak bisa murni menggunakan harga pasar.


“Pada saat saya masih di DPR, selalu saya dengungkan bahwa kewajiban negara untuk memberikan subsidi,” jelasnya.

Meski demikian, lanjut dia, karena jenis BBM yang cukup banyak seperti Pertalite, ada Premium, Pertamax, dan sebagainya.

Untuk jenis BBM tertentu, khususnya yang di luar konsumsi oleh mayoritas masyarakat bawah, harganya bisa mendekati harga pasar.

“Kalau kita lihat, perlu ada sosialisasi pada masyarakat, karena subsidi itu ada. Maka kenapa subsidi harus tepat sasaran.”

Kedua, lanjut dia, saat berbicara masalah ketahanan energi, di samping ketersediaan suplai, juga harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membeli.

Menurutnya, itu semua sudah dilakukan oleh negara. Namun yang jadi permasalahan hari ini adalah ketepatan sasarannya.

Baca Juga: Pertamina Ungkap Alasan Masyakat Wajib Daftar di MyPertamina Sebelum Beli BBM Bersubsidi

“Sekarang kalau kita lihat JPT dan JPKP, proyeksi kuota yang disetujui dengan proyeksi demand sudah ada gap hampir tiga jutaan.”

“Tolong dimaknai bahwa  niat pemerintah dengan MyPertamina itu cukup bagus, dan rencana pengimplementasiannya kita masih coba di lima provinsi per 1 Juli, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta,” urainya.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x