“Saya kira kalau pemerintah sudah tidak mampu dengan pemberian subsidi BBM yang sekarang sudah mencapai lebih dari Rp500 triliun, ya tidak ada pilihan,” ucapnya.
Menanggapi usulan itu, Anggota Dewan Energi Nasional, Satya Widy Yudha, mengatakan, jika berbicara tentang BBM, yang merupakan esensi dari kebutuhan masyarakat, harusnya merujuk pada Pasal 33.
Menurutnya, intervensi pemerintah dibutuhkan dalam permasalahan BBM, sehingga tidak bisa murni menggunakan harga pasar.
“Pada saat saya masih di DPR, selalu saya dengungkan bahwa kewajiban negara untuk memberikan subsidi,” jelasnya.
Meski demikian, lanjut dia, karena jenis BBM yang cukup banyak seperti Pertalite, ada Premium, Pertamax, dan sebagainya.
Untuk jenis BBM tertentu, khususnya yang di luar konsumsi oleh mayoritas masyarakat bawah, harganya bisa mendekati harga pasar.
“Kalau kita lihat, perlu ada sosialisasi pada masyarakat, karena subsidi itu ada. Maka kenapa subsidi harus tepat sasaran.”
Kedua, lanjut dia, saat berbicara masalah ketahanan energi, di samping ketersediaan suplai, juga harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membeli.
Menurutnya, itu semua sudah dilakukan oleh negara. Namun yang jadi permasalahan hari ini adalah ketepatan sasarannya.
Baca Juga: Pertamina Ungkap Alasan Masyakat Wajib Daftar di MyPertamina Sebelum Beli BBM Bersubsidi
“Sekarang kalau kita lihat JPT dan JPKP, proyeksi kuota yang disetujui dengan proyeksi demand sudah ada gap hampir tiga jutaan.”
“Tolong dimaknai bahwa niat pemerintah dengan MyPertamina itu cukup bagus, dan rencana pengimplementasiannya kita masih coba di lima provinsi per 1 Juli, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta,” urainya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.