JAKARTA, KOMPAS.TV - Dalam waktu dekat ini masyarakat Indonesia dapat menyaksikan fenomena langka yang terjadi 9 tahun sekali.
Fenomena langka tersebut adalah bulan baru mikro yang diapit dengan dua peristiwa supermoon. Peristiwa ini akan terjadi pada 14 Juni hingga 14 Juli 2022.
Peneliti Pusat Riset dan Antariksa LAPAN Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanuddin mengatakan, dalam periode 14 Juni hingga 14 Juli mendatang akan terjadi dua kali supermoon atau bulan purnama super yang berdekatan dengan bulan baru mikro.
Baca Juga: Fenomena Langka Salju Turun di Arab Saudi, Pas Hari Pertama Tahun Baru
Bulan purnama super pertama dalam periode Juni-Juli 2022 ini akan hadir pada tanggal 14 Juni 2022.
Supermoon bulan Juni ini disebut juga dengan purnama stroberi super atau full strawberry supermoon.
"Supermoon berikutnya akan terjadi pada 14 Juli 2022 yang disebut dengan purnama rusa super atau full back moon," ujar Andi dikutip dari Kompas.com, Sabtu (11/6/2022).
Andi menambahkan, fenomena langka yang terjadi 9 tahun sekali ini memiliki keisitimewaan. Pertama diawali dengan supermoon bertepatan dengan bulan purnama stroberi pada 14 Juni 2022.
Baca Juga: Viral Supermoon di Langit Sumedang Berbentuk Lafaz Allah
Kemudian, bulan baru mikro bertepatan dengan bulan baru stroberi pada 29 Juni 2022, yang kemudian diakhiri dengan fenomena supermoon bertepatan dengan bulan purnama rusa pada 14 Juli 2022.
"Bahkan bulan baru mikro kali ini diapit oleh dua bulan purnama super yang terjadi pada dua bulan berturut-turut," ujar Andi.
Fenomena langka ini terakhir kali terjadi pada tahun 2004 dan 2013. Jika menghitung periodenya fenomena langka Bulan Baru Mikro diapit dua supermoon ini kemungkinan akan terjadi kembali pada tahun 2031 dan 2040.
Baca Juga: Fase Bulan Purnama, BPBD DKI Minta 4 Wilayah Ini Waspadai Banjir Rob
Lantas, apa dampak fenomena langka tersebut terhadap Bumi?
Andi menerangkan, dampak fenomena tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dari kondisi fenomena supermoon, bulan purnama ataupun bulan baru mikro.
Sebagaimana halnya fase purnama maupun fase bulan baru pada umumnya, purnama stroberi super, bulan baru stroberi mikro maupun purnama rusa super dapat menimbulkan pasang laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasanya.
"Pasang laut terjadi dua hari sebelum hingga dua hari sesudah puncak fenomena ini, yakni antara 27 Juni hingga 1 Juli 2022," ujar Andi.
Baca Juga: Fenomena langka Bunga Bangkai Setinggi 2 Meter di Tahura Djuanda Bandung
Seperti diketahui, pasang laut biasanya juga disebut sebagai pasang purnama. Hal ini dikarenakan, konfigurasi Matahari-Bumi-Bulan ataupun Matahari-Bulan-Bumi yang segaris mengakibatkan masing-masing gaya diferensial, atau gaya pasang surut.
Gaya diferensial ditimbulkan oleh Bulan dan Matahari memiliki arah yang sama. Adapun arah pada diferensial berjumlah sepasang, menghadap atau searah dan membelakangi atau berlawanan arah terhadap objek yang menimbulkan gaya tersebut.
Andi mengimbau perlu mewaspadai pasang laut yang terjadi pada 14 Juni dan 14 Juli 2022, terutama bagi para nelayan dan masyarakat yang akan beraktivitas di perairan.
Bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan disarankan untuk tidak melaut antara dua hari sebelum hingga dua hari sesudah puncak fenomena ini, yakni antara 12-16 Juni dan 12-16 Juli 2022 mendatang.
Baca Juga: Cerita Presiden Jokowi Berkemah di IKN: Bulan Jelang Purnama pun Terlihat dari Sela Pepohonan
Pasang laut pada 29 Juni 2022 secara astronomis juga perlu dipertimbangkan, karena rasio resultan gaya purnama super terhadap bulan baru mikro (+1,32) hampir mendekati rasio resultan gaya bulan baru mikro terhadap bulan perbani mikro (+1,35).
Dengan kata lain, gaya pasang laut saat bulan baru mikro secara logaritmik adalah 52 persen gaya pasang laut saat bulan perbani super.
Oleh karena itu, perlu diwaspadai pasang laut ini antara dua hari sebelum hingga dua hari sesudah puncak fenomena ini, yakni antara 27 Juni hingga 1 Juli 2022 mendatang.
"Perhitungan ini semata-mata hanya mempertimbangkan faktor astronomis saja dan tidak mempertimbangkan gelombang laut akibat badai angin," jelas Andi.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.